Ia lahir di Kota Piru, Pulau Seram, Maluku pada 6 Juni 1937. Perjalanannya menjadi pilot pesawat tempur bermula ketika terjadi kerusuhan PERMESTA di Ambon.
Dimana Angkatan Udara RI (AURI), mengirim sejumlah pesawat P-51 Mustang untuk membantu mengatasi pemberontakan. Rudy yang kala itu masih duduk di bangku SMA kelas dua, berdecak kagum menyaksikan kehebatan para penerbang dan seketika itu pula ia menjatuhkan pilihan pada profesi tersebut sebagai cita-citanya, meski sebelumnya Rudy berkeinginan menjadi dokter.
Maka setelah menamatkan pendidikannya, ia pun langsung berangkat ke Jawa bersama beberapa temannya untuk mengikuti ujian masuk Sekolah Penerbangan AURI. Sayang teman-temannya gagal dan hanya Rudy yang berhasil.
Akhirnya ia bersama 75 calon siswa penerbang dikirim ke Margahayu, Bandung untuk diberi pendidikan kemiliteran selama sepuluh bulan. Setelah itu, dikirim ke Yogyakarta dan dibagi menjadi dua kelompok.
Dimana 55 siswa, termasuk Rudy masuk ke dalam angkatan Cakra III dan dikirim belajar ke Cekoslovakia. Sementara 20 siswa lainnya belajar di Sekolah Penerbangan AURI di Maguwo, Yogyakarta.
Selama di sana, Rudy menggunakan beberapa jenis pesawat. Di tingkat pemula, ia memakai Z-126, tingkat dasar dengan Yak-11, dan tingkat lanjut menggunakan pesawat mig-15.
Di samping itu, Rudy juga menjadi siswa konversi tertua dalam pesawat F-5 TNI AU. Soalnya di saat itu, usianya telah mencapai 44 tahun dan sudah menjabat sebagai Komandan Wing 300 Kohanudnas yang membawahi langsung Skadron Udara 14.
Penerbang MiG-21F dan pelaku Operasi Dwikora ini, lulus dan menyandang sebutan Eagle 08. Dan di akhir masa jabatannya, pria yang dijuluki tarantula ini, berpangkat Marsekal Muda.
Oleh: Sony Kusumo
Salam Country Trade Surplus
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H