Mohon tunggu...
Sony Kusumo
Sony Kusumo Mohon Tunggu... Insinyur - Menuju Indonesia Surplus

Sony Kusumo merupakan pengusaha yang peduli dengan kemajuan bangsa Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perayaan Natal, Pengingat untuk Senantiasa Menanamkan Toleransi Beragama

25 Desember 2020   11:18 Diperbarui: 25 Desember 2020   11:21 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kata Natal berasal dari bahasa Portugis yang artinya kelahiran. Selaras dengan maknanya, perayaan umat Nasrani yang diadakan per tanggal 25 Desember itu, untuk memperingati hari lahirnya Yesus Kristus.

Natal mulai berlangsung sejak tahun 200 Masehi di Alexandria, Mesir. Hanya saja kala itu, waktu penyelenggaraan di berbagai negara berbeda-beda, meski para teolog telah menetapkan tanggal 20 Mei sebagai hari perayaan.

Barulah pada tahun 221 Masehi, oleh Sextus Julius Africanus, Natal diselenggarakan tiap 25 Desember hingga saat ini. Hari raya itu erat kaitannya dengan berbagai tradisi yang membawa sukacita, mulai dari pohon serta kartu Natal, tukar kado bersama kerabat atau anggota keluarga, dan Santa Klaus atau Sinterklas.

Terlepas dari sejarah dan tradisi tersebut, sayangnya belum semua masyarakat di Indonesia menerima perayaan Natal dengan bijak. Salah satunya dibuktikan dengan adanya pelarangan perayaan Natal di sejumlah daerah.

Contohnya adalah kasus pelarangan di dua kabupaten di Sumatera Barat pada 2019 lalu. Tepatnya di Jorong Kampung Baru, Nagari Sikabau, Kecamatan Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya dan Nagari Sungai Tambang, Kabupaten Sijunjung.

Peristiwa yang paling menyedihkan lainnya adalah tragedi bom Natal pada tahun 2000. Bom itu meledak di banyak gereja di Indonesia secara bersamaan, ketika umat Kristen dan Katolik tengah menjalani Misa Natal.

Mulai dari Medan, Pematang Siantar, Batam, Pekanbaru, Jakarta, Bekasi, Sukabumi, Bandung, Pangandaran, Kudus, Mojokerto, dan Mataram. Lebih dari sepuluh bom diledakkan oleh para oknum yang tidak berprikemanusiaan.

Melihat berbagai persoalan itu, tak heran bila setiap Natal menjelang, pihak kepolisian selalu menyiagakan pasukan di berbagai gereja di Indonesia. Tentunya demi memberikan rasa aman kepada masyarakat saat menjalani ibadah.

Terkait itu, persoalan kebebasan beragama sesungguhnya telah dijamin oleh pemerintah dan dimuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 ayat 2. Artinya masyarakat bukan hanya dibebaskan memilih agama yang dianut, namun juga diperbolehkan untuk mengadakan hari raya agamanya tanpa ada gangguan apapun.

Apalagi seperti kita ketahui, Indonesia adalah negara majemuk yang kaya akan keanekaragaman, baik suku, agama, maupun bahasa. Ditambah semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yang dianut memiliki arti bahwa walau kita berbeda-beda, namun tetap satu. Maka dari itu, sudah sepatutnya kita sebagai masyarakat harus dapat bersikap toleran dan saling menghargai terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk soal agama.

Dari kasus-kasus tadi, saya berharap Natal tahun ini ataupun tahun mendatang tak ada lagi peristiwa antitoleran, yang bisa memicu perpecahan bangsa. Sehingga perayaan Natal bisa berjalan sesuai motonya, yaitu memberi kedamaian dan sukacita bagi banyak orang.

Dan semoga, Yaqut Cholil Qoumas yang merupakan Menteri Agama RI baru sekaligus tokoh muda dan ketua Banser Nadhatul Ulama bisa membantu masyarakat dalam mengedepankan toleransi beragama. Dengan demikian Indonesia bisa lebih maju dan trade surplus.

Oleh : Sony Kusumo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun