Debat dan diskusi antar pemuda itu akhirnya bermuara pada kelahiran Kongres Pemuda ke-I. Kongres tersebut dilaksanakan disebuah gedung yang terletak di Jalan Budi Utomo, Jakarta Pusat.
Kongres dilakukan selama tiga hari dan dimulai sejak 30 April 1926. Saat kongres akan dilangsungkan hanya mengundang 70-80 orang, namun nyatanya jumlah yang hadir sampai lebih dari 100 peserta.
Hal inilah yang membuat mereka mesti mencari tempat yang lebih luas. Maka dipilihlah ruang luas untuk menampung peserta dan rapat dibagi menjadi tiga hari.
Rapat pertama pada 27 Oktober 1928 di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB) dikawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Keesokan harinya, rapat kedua dilaksanakan di Gedung Oost Java Bioscoop yang kini menjadi Gedung Mahkamah Agung bersebelahan dengan Istana Negara.
Rapat ketiga barulah dilaksanakan di kediaman Lian. Di rapat terakhir jumlah undangan kira-kira hanya 80 orang, tetapi yang hadir lebih dari 1.000 peserta.
Saking banyaknya mereka memenuhi aula gedung hingga ke lapangan dan Jalan Kramat Raya. Dari rapat terakhir itulah dihasilkan tiga butir keputusan yang tertuang dalam Sumpah Pemuda.
Bukan cuma kelahiran Sumpah Pemuda, di kediaman Lian pula, lagu Indonesia Raya untuk pertama kalinya dimainkan oleh sang pencipta, W.R. Supratman. Dia memainkan lagu kebangsaan Indonesia itu sembari menggesek biolanya yang kini terpajang di rak kaca di dalam Museum Sumpah Pemuda.
Sayangnya enam tahun kemudian, riuh semangat pemuda kian tak terdengar dikediaman Lian. Kegiatan mahasiswa pindah ke Jalan Kramat Nomor 156, Senen, Jakarta Pusat.
Selepas itu kediaman Lian beralih-alih fungsi. Ada etnis Tionghoa bernama Pang Tjem Jam, ia menggunakannya sebagai tempat tinggal sekitar tiga tahun.
Lalu di tahun 1937, disewakan kepada Loh Jing Tjoe. Ia menjadikannya sebagai toko bunga hingga 1948.