Dengan beasiswa, Yap masuk ke AMS-B atau AMS afdeeling B yang dikhususan untuk pengambilan jurusan ilmu pasti dan ilmu pengetahuan alam. Di AMS-B, ia bergabung sebagai anggota perhimpunan sepak bola Hak Sing Wee dan menjadi pemain gelandang kanan.
Yap selanjutnya pindah dari AMS-B Malang ke AMS-B Batavia atau kini disebut Jakarta. Alasannya karena keluarganya pindah ke Garut, Jawa Barat.
Selama di Jakarta, ia tinggal menumpang dengan kerabatnya. Dikarenakan kondisi ekonomi keluarga yang menurun drastis sejak ia bersekolah di AMS-B Malang, selama di Jakarta Yap berjualan parfum Eau de Cologne tiap minggu.
Dan ketika perekonomian membaik, ia pindah ke asrama Kristen di Kramat Raya. Lulus dari AMS-B Batavia pada 1932, Yap berkesempatan sekolahnya ke Fakultas Farmasi Universiteit van Amsterdam dengan mengambil jurusan matematika dan fisika.
Ada misi menarik dari upayanya menempuh pendidikan di Belanda. Sebab Yap muda sebetulnya punya minat di dunia politik dan bersimpati terhadap perjuangan Soekarno dan Hatta.
Namun akses untuk mendapat buku politik ataupun buku perjuangan sangat sulit dan dilarang oleh pemerintah kolonial. Sehingga Yap minim ilmu politik.
Terlebih ia pun tak pernah bergabung ke partai politik di Hindia Belanda. Maka Yap berharap dengan ke Belanda, dirinya dapat membaca banyak buku politik.
Selain melahap bacaan politik dari berbagai bahasa, ia tetap aktif berkecimpung di perhimpunan mahasiswa farmasi Luctor et Emergo di Amsterdam. Ia juga berkenalan sekaligus berdiskusi untuk memperdalam ilmu politiknya dengan mahasiswa Indonesia di Belanda yang aktif memperjuangkan kemerdekaan.
Beberapa mahasiswa tersebut adalah kawan sesama Tionghoa, yakni Tjoa Sek Ien, Ie King Hing, dan Kwe Tien Lan hingga Mohammad Hatta yang kala itu tengah berkuliah di Sekolah Tinggi Ekonomi Rotterdam. Selama disana, Yap pun berkesempatan hadir dalam berbagai sidang partai politik di Belanda yang memperjuangkan kemerdekaan Hindia Belanda.
Pada 1939, ia resmi menamatkan pendidikan dan menyandang gelar doktorandus. Yap selesai kuliah dalam jangka waktu 6,5 tahun, padahal waktu normalnya antara 7-9 tahun.
Lantas ia kembali dan bekerja sebagai apoteker di Apotek Suniaraja, Jalan Pasar Baru, Bandung. Profesi itu tetap ditekuninya hingga ia menjabat sebagai direktur.