Mohon tunggu...
Sony Kusumo
Sony Kusumo Mohon Tunggu... Insinyur - Menuju Indonesia Surplus

Sony Kusumo merupakan pengusaha yang peduli dengan kemajuan bangsa Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Silat Beksi, Seni Beladiri ala Tionghoa dan Betawi

12 Agustus 2019   08:00 Diperbarui: 25 Juni 2021   07:36 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seni budaya main pukulan atau pencak silat, diperkirakan telah hidup sejak abad ke-16. Di masa itu, silat senantiasa disuguhkan saat pesta perkawinan ataupun khitanan.

Pencak Silat memang amat erat kaitannya dengan etnis Betawi. Tetapi silat tidaklah murni lahir dari satu suku tersebut, melainkan pencampuran berbagai etnis yang lebih dulu hidup di Jakarta. Mulai dari orang Sunda, Bali, Ambon, Sumbawa, Jawa, hingga etnis Melayu, Arab, dan Tionghoa.

Baca juga: Cerita Silat Kho Ping Hoo, Sarana Belajar dan Bikin Kecanduan

Dari keberagaman itulah kebudayaan pencak silat hadir dan namanya melegenda hingga kini. Alirannya pun sangat beranekaragam, salah satunya adalah Silat Beksi.

Silat Beksi merupakan seni bela diri hasil kombinasi dua kebudayaan antara Indonesia dan Tiongkok. Menurut peneliti silat, G.J.Nawi, beksi atau be shi berasal dari bahasa Hokkien yang berarti kuda-kuda.

Aliran itu ditemukan oleh seorang keturunan Tionghoa bernama Lie Tjeng Hok. Ia mulai mengembangkan Silat Beksi dari daerahnya di Kampung Dadap, Tangerang.

Baca juga: Gerakan Dasar Bela Diri Pencak Silat

Agar kebudayaan Beksi makin dikenal dan bisa tetap hidup, Tjeng Hok tak lupa untuk mewariskan kepada keturunannya. Mereka adalah Lie Tong San selaku anak dan sang cucu, Lie Gie Tong.

Menariknya lagi, ternyata Tjeng Hok turut menurunkan ilmu tadi kepada murid sekaligus pegawainya bernama Ki Marhali. Alasannya lantaran kerap kali Tjeng Hok memergoki sang pegawai berlatih Beksi sendiri.

Dan ia pun mengajari Marhali hingga bisa menjadi pesilat jago dan terkenal. Hal itu rupanya terdengar oleh H. Ghozali dari Petukangan, Jakarta Selatan yang penasaran akan kehebatan Marhali.

Baca juga: Pencak Silat: Dari Austronesia ke Internasional

Mereka berdua pun beradu silat dan Ghozali mengakui kepandaian Marhali. Akhirnya Ghozal dan sang keponakan, H. Hasbullah turut mempelajari Silat Beksi yang diciptakan Tjeng Hok.

Termasuk dua murid Marhali lainnya, yakni Nur dan Simin. Ketiganya membentuk perguruan Silat Beksi masing-masing. Dari merekalah warisan Tjeng Hok yang telah hidup sejak 165 tahun silam, senantiasa lestari hingga sekarang ini.

Oleh: Sony Kusumo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun