Mohon tunggu...
Sony Kusumo
Sony Kusumo Mohon Tunggu... Insinyur - Menuju Indonesia Surplus

Sony Kusumo merupakan pengusaha yang peduli dengan kemajuan bangsa Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

KPK, Recapital, dan Kasus BPPN

1 Juli 2019   06:22 Diperbarui: 2 Juli 2019   09:31 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Public Trust

Terjadi perbincangan pada masyarakat soal ditahannya eks Ketua BPPN dan penetapan eks obligor sebagai tersangka oleh KPK karena penandatanganan MSAA  antara pemerintah dengan obligor serta pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) dari pemerintah.

Penyelesaian hutang obligor itu terjadi semasa krisis keuangan parah melanda negara kita.

Pertanyaannya apakah KPK sebagai super body "tanpa pegawasan" berhak menetapkan tersangka kepada obligor yang sudah mendapat jaminan bebas dari pemerintah ?

Perjanjian/surat keputusan/surat hutang negara yang sudah dikeluarkan atau putuskan oleh pemerintah. Kalau sampai Ada "badan atau institusi pemerintah lain di Indonesia" yang bisa menganulirnya di kemudian hari , mau di kemanakan negara ini ? dan siapa lagi yang bisa percaya ?

Semoga tidak ada tujuan lain yang terselubung Dari penyidik KPK dalam menyidik kasus ini. Who knows ?

Sekilas Flash Back


Pada saat Dipasena diserahkan oleh obligor maka BPPN menerimanya melalui perjanjian MSAA.  Kemudian aset yang ada di BPPN itu diserahkan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) karena tugas dari BPPN telah selesai.

Aset Dipasena yang ada kemudian dilelang Kemenkeu dan dimenangkan oleh Recapital  namun karena Ada Masalah dengan Recapital maka beralih ke CP.

Penyelidikan KPK


KPK mencium adanya dugaan permainan antara obligor dan pejabat BPPN dalam hal penyerahan aset yang menyebabkan kerugian negara.

Dipasena saat itu mempunyai aset sangat besar, salah satu aset kecilnya saja berupa pembangkit listrik dengan kapasitas 200 MW. Untuk membangun pembangkit 200 MW minimal berapa ? Dipasena di lelang dengan angka sangat rendah, angkanya jauh dibawah Harga hanya membangun pembangkitnya Saja. Hingga diduga merugikan negara triliunan rupiah ?

Pertanyaannya adalah kenapa KPK  menyelidiki bertumpu pada waktu penyerahan aset dari obligor kepada BPPN ?
Kenapa KPK tidak mengali lebih dalam siapa yang menjual, siapa pemenang lelang dan siapa pemilik pemenang lelang ? Serta siapa saja di belakang "Recapital" serta  apa posisi mereka pada saat itu ?

Secara logika hitungan anak SD, kerugian atau keuntungan baru timbul setelah adanya penjualan, bukanlah saat penyerahan aset atau pembelian.
 
Menuju Indonesia Surplus dan Bermatabat.

Salam,

Sony Kusumo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun