Mohon tunggu...
Richardo
Richardo Mohon Tunggu... lainnya -

Mimika, Papua

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Warga Timika Berduka Atas Matinya Keadilan di Indonesia

12 Mei 2017   11:54 Diperbarui: 12 Mei 2017   13:37 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Aksi simpati warga Kota Timika untuk Ahok"][/caption]

 

TIMIKA, PAPUA - Warga Kota Timika menggelar aksi menyalahkan seribu lilin sebagai tanda matinya keadilan di Indonesia. Aksi simpati tersebut untuk Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) yang divonis dua tahun penjara dalam kasus penistaan agama.

Sekitar seribuan warga berseragam hitam-hitam yang tergabung dalam aksi spontanitas ini menyalahkan lilin di Bundara Tugu Perdamaian Timika Indah, Kota Timika, Kamis (11/5) malam. Mereka membawa sejumlah spanduk dan pamflet bertuliskan save Ahok.

Selain menyalahkan lilin, mereka juga menyanyikan sejumlah lagu kebangsaan, seperti Indonesia Raya, Padamu Negeri, dan beberapa lagu lainnya. Aksi ini menjadi perhatian pengguna jalan lain yang kemudian mereka ikut bergabung.

Orator aksi, Elvry Leiwakabessy, menyampaikan beberapa poin pernyataan sikap, diantaranya mendukung penegakan hukum yang berkeadilan tanpa memandang suku, agama, ras, dan antar golongan serta diskriminasi terhadap kelompok minoritas.

“Kami prihatin dengan penegakan hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) saat ini,” tandas Elvry Leiwakabessy disambut teriakan massa ‘bebaskan Ahok’ dan save NKRI.

Kemudian menolak dengan tegas berbagai organisasi masyarakat (Ormas) intoleran dan berbau radikalisme di Tanah Papua, seperti Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Selain itu, Elvry meminta pemerintah segera menghentikan praktek menggunakan agama dalam politik. Tindakan demikian dianggap bisa menimbulkan perpecahan di negara yang berlandaskan Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.

“Kembangkitan Pancasila, NKRI harga mati, bubarkan Ormas radikalisme,” demikian isi tulisan beberapa spanduk atasnama Solidaritas Cinta Damai dan Anti Radikalisme.

Aksi simpati warga terhadap Ahok tidak akan berhenti sampai disini. Warga Kota Timika berencana akan melanjutkan aksi serupa pada Jumat (12/5), masih di Bundaran Timika Indah pada jam yang sama yakni dimulai Pukul 16.00 Wit dengan seragam hitam-hitam.

Salah satu tokoh masyarakat asal Maluku, Piet Rafra, mengatakan wajar terjadi sebuah aksi spontanitas warga yang menyaksikan sebuah ketidak adilan di balik kasus penistaan agama yang menjerat Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok.

Peradilan dalam perkara Ahok dianggap telah diintervensi oleh kelompok intoleran. Bahkan sepanjang proses persidangan terjadi unjuk rasa mengatasnamakan aksi ‘bela Islam’ kemudian muncul aksi tandingan dari sejumlah pendukung Ahok.

“Ahok harusnya dibebaskan, karena tuntutan Jaksa hanya satu tahun. Tetapi putusan pengadilan justru dua tahun. Ini hal yang luarbiasa dan baru terjadi di republik ini,” tandas Piet.

Piet mengemukakan, kasus yang menjerat Ahok telah menjadi sorotan dunia internasional. Kantor Komisioner Hak Asasi Manusi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) atau OHCHR bahkan mendesak Indonesia segera meninjau ulang proses peradilan tersebut.

Selain OHCHR, Amnesty Internasional menyatakan putusan Pengadilan Negeri Jakarta menjatuhkan vonis dua tahun penjara terhadap Ahok merupakan cerminan ketidakadilan hukum di Indonesia.

“Banyak negara lain yang bersimpati. Toleransi di Indonesia yang diakui dunia, kini mulai berpihak kepada kelompok intoleransi, radikalisme, dan mereka yang memaksakan kehendak merubah ideologi Pancasila,” kata Piet.

Menurut Piet, Pancasila sebagai dasar Negara kini dengan sengaja dan terang terangan direndahkan oleh kelompok intoleran. Karena itu, pemerintah perlu mengambil langkah tegas sebelum Indonesia senasib dengan Uni Soviet, terpecah belah.

“Saya yakin suatu waktu yang dibilang NKRI harga mati akan menjadi tidak mati. Setiap daerah akan memproklamirkan kemerdekaan masing-masing kalau memang situasi Negara seperti ini,” ujarnya.

Untuk itu, Piet meminta Panglima TNI, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian segera menghentikan pergerakan kelompok intoleran sebagai perusak ideologi kebangsaan berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

“Pejabat tinggi negara harus segera ambil sikap. Kalau tidak, Indonesia akan mengalami nasib seperti Uni Soviet, terjadi pembentukan negara baru terutama di Papua dan Maluku yang memang sebelumnya telah berjuang memisahkan diri,” bebernya. (*rj*) 

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun