Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kesejahteraan. UUD 1945 dan UU No. 19 Tahun 2003 sebagai landasan hukum BUMN untuk memanfaatkan sumber daya negara dengan sebaik-baiknya untuk menghasilkan kemakmuran bagi seluruh warga negara. Namun, tujuannya tidak bisa tercapai jika kinerja BUMN buruk dan selalu merugi.
Peran pemerintah dalam mendukung reformasi dan peningkatan kinerja BUMN menjadi sangat penting. Selama tujuh kepemimpinan presiden, setiap pemimpin telah memberikan pendekatan unik dalam mengelola perusahaan milik negara untuk mencapai tujuan tersebut. Namun, pada masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Joko Widodo (Jokowi), kinerja BUMN di sektor pertambangan mengalami perkembangan yang signifikan.
Di era SBY, pemerintah berkonsentrasi pada privatisasi dan memperluas kepemilikan swasta atas saham BUMN. Hal itu dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi operasional bisnis serta mengurangi ketergantungan total terhadap dana negara. Meskipun banyak perdebatkan mengenai strategi privatisasi, sejumlah perusahaan pertambangan milik negara telah berhasil membukukan hasil yang kuat dengan ROE yang tinggi.
Di era Jokowi, terjadi pergeseran paradigma pengelolaan BUMN. Komitmen Presiden Jokowi untuk memperkuat posisi BUMN sebagai tumpuan perekonomian bangsa menjadi sorotan. Jokowi ingin BUMN lebih berperan aktif dalam pembangunan infrastruktur, perluasan perusahaan, dan penciptaan lapangan kerja melalui berbagai inisiatif. Pembentukan Holding BUMN di bidang pertambangan, dimana PT INALUM (Persero) berperan sebagai holding dengan sejumlah anggota holding lainnya.
Return on Equity (ROE) yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan dari modalnya merupakan salah satu metrik utama yang digunakan untuk menilai kinerja keuangan BUMN dalam kajian perubahan ROE pada periode kepemimpinan SBY dan Jokowi.
Pada perusahaan BUMN sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, ditemukan data menarik. Badan usaha milik negara seperti PT Timah Tbk, PT Bukit Asam Tbk, dan PT Aneka Tambang Tbk berhasil mengelola modal dan menghasilkan keuntungan yang signifikan selama era SBY terlihat dari catatan ROE yang tinggi.
Namun, di era Jokowi, beberapa perusahaan BUMN sektor pertambangan mengalami penurunan ROE, seperti PT Timah Tbk yang mengalami kerugian. Faktor-faktor seperti tekanan harga logam timah dunia akibat perang dagang dan kondisi politik di Indonesia mempengaruhi penurunan ini. Suntikan modal yang besar dari pemerintah pada era Jokowi, meskipun bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, juga berdampak negatif pada reaksi pasar dan kinerja perusahaan.
Selain itu, stabilitas politik dan kebijakan pemerintah juga memainkan peran penting dalam kesuksesan kinerja BUMN. Perubahan kabinet pada tahun 2019 menyebabkan reaksi pasar yang negatif karena kekhawatiran akan komposisi politisi di jabatan strategis ekonomi. Meskipun menghadapi tantangan ekonomi dan politik, BUMN harus beradaptasi dan mengambil langkah strategis untuk memastikan kinerja yang baik.
Meskipun terjadi penurunan ROE pada beberapa perusahaan BUMN sektor pertambangan di era Jokowi, tetapi pada tahun 2021, PT Timah Tbk berhasil mencatatkan laba yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dengan manajemen yang tepat dan langkah-langkah yang strategis, BUMN dapat tetap mengatasi tantangan dan mencapai keberhasilan dalam mewujudkan tujuan mulia mereka, yaitu memberikan kontribusi maksimal bagi pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Hal ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk bangkit dari masa-masa sulit dan terus memperbaiki kinerjanya. Oleh karena itu, perlu menerapkan beberapa solusi sebabai berikut:
Pertama, profesionalisme dalam pengangkatan pimpinan BUMN. Pemilihan pimpinan BUMN harus didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan integritas, bukan semata-mata pertimbangan politik. Menempatkan para profesional yang berpengalaman dalam bidang ekonomi dan manajemen akan meningkatkan kemampuan perusahaan dalam mengelola aset dan mencapai laba yang lebih baik. Misalnya, ketika presiden Jokowi memilih Menteri BUMN dari kalangan profesional dan melarang direksi BUMN terafiliasi partai politik, kinerja perusahaan BUMN mulai mengalami peningkatan.
Kedua, pengelolaan efisien dan inovasi. Perusahaan BUMN sektor pertambangan harus fokus pada pengelolaan yang lebih efisien dalam menggunakan modal dan asetnya dengan mengadopsi teknologi dan inovasi terbaru, perusahaan dapat meningkatkan efisiensi operasional dan mengurangi biaya produksi. Misalnya, ketika presiden Jokowi mendorong Dirut BUMN untuk cepat mengadopsi teknologi dan bersaing di kancah internasional (Kamis, 14/10/2021).
Ketiga, transparansi dan akuntabilitas. BUMN harus menunjukkan transparansi dalam laporan keuangan dan operasionalnya. Ini akan memberikan keyakinan kepada pemegang saham dan masyarakat bahwa perusahaan dikelola secara profesional dan akuntabel.
Keempat, pembinaan sumber daya manusia: Pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas adalah kunci untuk mencapai kinerja perusahaan yang lebih baik. BUMN perlu memberikan pelatihan dan pembinaan yang tepat untuk meningkatkan keterampilan dan kompetensi karyawan.
Kelima, responsif terhadap perubahan. BUMN harus mampu merespons dengan cepat perubahan di pasar dan lingkungan bisnis. Fleksibilitas dan adaptabilitas akan membantu perusahaan bertahan dan berkembang di tengah perubahan yang cepat.
Dalam upaya untuk mencapai tujuan BUMN dalam memanfaatkan sumber daya negara untuk kesejahteraan rakyat, peran politik dan stabilitas ekonomi menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan. Semoga, keberhasilan BUMN di masa mendatang akan semakin menguntungkan bagi bangsa dan negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H