Selamat malam dari Jerman, semuanya! Seperti yang kalian tahu, mahasiswa-mahasiswa SGU diwajibkan untuk magang di luar negeri pada semester 6, terutama Jerman. Berhubung saya sudah semester 6, akhirnya saya mendapatkan kesempatan untuk pergi ke Jerman untuk magang. Di sini, saya akan menceritakan minggu-minggu pertama saya di Jerman.
Saya masih ingat ketika saya akhirnya tiba di Dusseldorf, saya langsung merasakan hawa dingin menusuk tubuh saya. Ya, saat saya tiba di Jerman, saat itu masih musim dingin, walaupun yang saya tahu sudah sedang peralihan ke musim semi, makanya tidak sedingin pada puncaknya.Â
Saat itu, saya lupa mengenakan sarung tangan saya, sehingga tangan saya hampir beku & mati rasa ketika menunggu bis untuk diantarkan ke akomodasi masing-masing yang berada di Soest. Di perjalanan, saya merasa bagaimana Jerman lebih besar dari yang terlihat di peta. Sebagai contoh, untuk ke Soest dari Dusseldorf membutuhkan waktu sekitar 2 jam.
Di Jerman sendiri, bulan pertama kami diharuskan untuk belajar di universitas partner SGU, Fachhochschule Sudwestfalen. Kami akhirnya dapat merasakan bagaimana suasana universitas di luar negeri secara umum, bagaimana profesor di sana mengajar, dan sebagainya.
Untungnya, profesor di sana mengajar dalam Bahasa Inggris, sehingga kami semua dapat mengerti apa yang disampaikan oleh profesor tersebut. Untuk hal tersebut, saya berterima kasih kepada SGU yang telah mengajarkan kami Bahasa Inggris, dan juga menunjuk dosen "native" untuk mengajar kami Bahasa Inggris.
Kemudian, mengenai komunikasi dengan orang-orang di Jerman. Jujur saya masih ada kendala untuk berkomunikasi dengan orang-orang Jerman di sana, terutama karena kami diberi tahu bahwa orang Jerman lebih mengapresiasi jika kami dapat mencoba untuk berbicara dengan Bahasa Jerman.Â
Sebagai contoh, saat saya disuruh untuk mengeluarkan tiket semester di kereta, saya tidak begitu mengerti jika saya disuruh mengeluarkan tiket semesternya dari "Map" (Ya, saya menyimpannya di Map plastik), karena dia tidak dapat menscan tiket semester saya.
Walaupun begitu, karena SGU telah mengajarkan kami Bahasa Jerman, paling tidak saya merasa saya cukup mampu untuk menggunakan Bahasa Jerman saya jika saya ingin menanyakan sesuatu, membeli keperluan, dan sebagainya. Saya berharap, seiring berjalannya waktu, kemampuan Bahasa Jerman saya dapat meningkat, sehingga kendala tersebut dapat berkurang.
Saya sering diceritakan oleh dosen-dosen di SGU bahwa orang Jerman sangatlah disiplin, dan saya setuju. Transportasi umum hampir selalu dapat tepat waktu, sehingga saya dapat percaya dengan jam-jam yang ditulis di jadwal. Karena itu, saya selalu mencoba untuk datang 5-10 menit sebelumnya di halte / terminal, sehingga saya dapat santai pada saat saya ke halte / terminal.
Terakhir, saya akan menceritakan pengalaman konyol saya pada saat saya di Jerman. Hingga hari ini, saya belum dapat mengakses internet dari telepon genggam saya, walaupun saya sudah mengaktifkan Kartu SIM saya (dan ya, prosesnya sangat rumit ketimbang di Indonesia). Saya pun memutuskan untuk pergi ke gereja di Dusseldorf sendirian.Â
Saat perjalanan, saya mengira bahwa "announcer" dari kereta tersebut mengucapkan "Stasiun Unna", stasiun dimana saya seharusnya transit untuk ke Dusseldorf.
Saat saya turun, ternyata saya di Stasiun Luenern! Serius, cara announcer mengucapkan "Luenern" hampir sama dengan "Unna"! Ya sudah, saya menunggu 1 jam untuk kereta berikutnya, yang berarti saya akan terlambat ke gereja. Saat saya tiba di Dusseldorf dan melihat, bis / kereta apa yang harus saya ambil untuk tiba di gereja dan juga perkiraan waktu tiba, ternyata sudah telat sekali.Â
Ya sudah, saya hanya membeli McDonalds dan "Pouch" untuk menaruh koin-koin saya. Karena akses internet sangat terbatas bagi saya, saya tidak mau ambil resiko dengan berjalan-jalan di Dusseldorf.
Saat saya memutuskan untuk balik ke Soest, saya sangat kesulitan untuk melihat jadwal kereta untuk pulang ke Soest. Saya pun menjadi panik, tidak bisa balik ke Soest, hingga akhirnya saya menemukan jadwal, dan ternyata ada kereta yang rutenya persis sama dengan saat saya pergi ke Dusseldorf. Dengan itu akhirnya saya pulang dengan selamat ke Soest.
Dari cerita saya, saya ingin menyampaikan beberapa hal:
- Sebisa mungkin, jangan pernah bepergian ke tempat lain sendirian bila belum ada akses internet. Ini yang menurut saya penting, karena dengan akses internet, kita dapat mengakses aplikasi Peta (untuk mencari tahu dimana satu tempat berada), atau DB Bahn (untuk mencari tahu jadwal keberagkatan kereta / bis dengan mudah).
- Bila perlu, ajaklah salah satu teman untuk pergi bersama. Kita umumnya akan merasa lebih nyaman bila bepergian dengan orang yang kita kenal, dan juga dapat memeriksa satu sama lain jika ada barang yang tertinggal.
- Cek selalu tulisan di Kereta / Bis untuk pemberhentian berikutnya. Terkadang, karena kendala bahasa, kita dapat salah mendengar nama dari stasiun berikutnya. Bila sanggup, duduklah di tempat dimana kita dapat melihat layar untuk pemberhentian berikutnya secara mudah.
Dari sini, tinggal di Jerman tidaklah selalu menyenangkan. Ada senang dan ada juga susah. Tetapi, saya yakin, saya akan mendapatkan pengalaman untuk tinggal di luar negeri, dan juga magang di perusahaan Jerman.
Salam,
Timothy Aditya Sutantyo
Mahasiswa Swiss German University Semester 6
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H