Mohon tunggu...
Timotius Apriyanto
Timotius Apriyanto Mohon Tunggu... Konsultan - OPINI | ANALISA | Kebijakan Publik | Energi | Ekonomi | Politik | Hukum | Pendidikan

Penulis adalah pengamat ekonomi politik, reformasi birokrasi, dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Rerata Kenaikan UMP 2025 sebesar 6,5% Ancam Deindustrialisasi Nasional dan PHK Masal

30 November 2024   08:13 Diperbarui: 30 November 2024   08:32 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi potensi PHK masal, sumber: kompas.com)

Presiden menyampaikan kenaikan UMP 6,5% pada tanggal 29 November 2024 di tengah gejolak ketidakpastian ekonomi. Besaran tersebut merupakan rata-rata kenaikan upah minimum provinsi yang penentuannya akan didasarkan pada Permenaker dan segera diterbitkan.

Keputusan pemerintah tersebut menunjukkan ketidakpekaan terhadap situasi kinerja industri manufaktur dan situasi dunia usaha serta dunia industri di tanah air.

Salah satu dampak yang berpengaruh signifikan terhadap kebijakan tersebut adalah industri tekstil, produk tekstil nasional. Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) adalah salah satu sektor strategis yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor ini menyumbang signifikan terhadap ekspor, lapangan kerja, dan penggerak ekonomi daerah. Namun, industri TPT kini berada di ambang kehancuran akibat kombinasi tekanan biaya produksi, kebijakan kenaikan upah yang tidak proporsional, serta regulasi yang membebani.

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat bahwa sepanjang Januari hingga Oktober 2024, 59.796 pekerja telah terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Angka ini meningkat tajam sebesar 25.000 dibandingkan tahun sebelumnya, menandakan krisis serius di sektor industri, khususnya TPT. Selain itu, sejumlah perusahaan tekstil besar, seperti PT Sri Rejeki Isman (Sritex), dan PT Sejahtera Bintang Abadi Textile Tbk (SBAT),  tengah menunggu keputusan pengadilan terkait proses Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Jika tidak ada langkah cepat dan strategis, ancaman deindustrialisasi akan menjadi kenyataan, menghancurkan lapangan kerja, melemahkan daya saing, dan memperburuk ketergantungan ekonomi nasional pada impor.

UMP 2025, Tantangan Kebijakan Upah yang Harus Tepat Sasaran

Dalam situasi kritis ini, penentuan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 menjadi titik krusial. Kebijakan ini harus tetap berlandaskan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023, yang dirancang untuk menyeimbangkan peningkatan daya beli pekerja dengan kemampuan dunia usaha. Kebijakan yang tidak mengacu pada PP 51/2023 berpotensi mendorong lebih banyak perusahaan ke jurang kebangkrutan, memperburuk angka PHK, dan mempercepat deindustrialisasi.

PP 51/2023 mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan produktivitas, menjadikannya landasan ideal untuk menjaga stabilitas industri tanpa mengorbankan kesejahteraan pekerja.

Butuh Deregulasi dan Debirokratisasi untuk Mendukung Pemulihan Industri Nasional 

Selain kebijakan upah, sektor TPT membutuhkan deregulasi dan debirokratisasi, terutama dalam perizinan terkait Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan aturan-aturan lain yang memperlambat investasi. Proses perizinan yang panjang dan kompleks sering menjadi hambatan bagi perusahaan untuk berinovasi dan berinvestasi dalam teknologi modern. Pemerintah harus menyederhanakan peraturan ini agar lebih mendukung efisiensi operasional dan mendorong investasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun