Mohon tunggu...
Timotius Apriyanto
Timotius Apriyanto Mohon Tunggu... Konsultan - OPINI | ANALISA | Kebijakan Publik | Energi | Ekonomi | Politik | Hukum | Pendidikan

Penulis adalah pengamat ekonomi politik, reformasi birokrasi, dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Jika Donald Trump Menang dan Pengaruhnya bagi Indonesia

6 November 2024   05:40 Diperbarui: 6 November 2024   07:48 1008
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemilu AS | sumber: kompas.id

Pada 5 November 2024, jutaan warga Amerika Serikat akan menuju tempat pemungutan suara untuk memilih presiden AS berikutnya. Siapa pun yang terpilih sebagai penghuni Ruang Oval di Gedung Putih akan memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat, baik di dalam negeri maupun di negara-negara lain, termasuk Indonesia. 

Potensi kemenangan Donald Trump, dengan kebijakan luar negerinya yang kontroversial dan proteksionis, bisa berdampak luas, terutama di bidang ekonomi, perdagangan, dan politik internasional. 

1. Dampak pada Hubungan Dagang Bilateral

Trump dikenal dengan pendekatan proteksionis "America First" yang bertujuan mengurangi ketergantungan AS pada impor. Jika Trump kembali terpilih, Indonesia berpotensi terdampak oleh kebijakan dagang ketat yang mungkin diberlakukan, seperti kenaikan tarif dan pembatasan impor.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2022, nilai perdagangan Indonesia dengan AS mencapai USD 37,5 miliar, dengan ekspor Indonesia ke AS sebesar USD 25,4 miliar dan impor dari AS sebesar USD 12,1 miliar. Produk utama yang diekspor Indonesia ke AS meliputi tekstil, elektronik, alas kaki, serta produk-produk agrikultur. Namun, karena Trump pernah mengeluarkan Indonesia dari daftar negara penerima Generalized System of Preferences (GSP)  yang memungkinkan ekspor barang tanpa tarif  kembalinya Trump bisa membuat akses preferensial Indonesia ke pasar AS semakin terbatas. Pada 2022, GSP berkontribusi pada lebih dari 12% ekspor Indonesia ke AS. Jika kebijakan GSP diperketat atau dihapus kembali, produk Indonesia bisa menjadi kurang kompetitif di pasar AS, karena harga barang naik akibat tarif.

2. Potensi Dampak terhadap Investasi Asing Langsung (FDI)

Salah satu pilar penting dalam hubungan ekonomi Indonesia-AS adalah aliran investasi asing langsung (FDI). Investasi AS di Indonesia menunjukkan tren yang signifikan, terutama di sektor energi, teknologi, dan manufaktur. Berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), FDI Amerika Serikat di Indonesia mencapai sekitar USD 2,5 miliar pada 2022 dan meningkat pada 2023 menjadi USD 2,9 miliar, menandakan pertumbuhan minat investor AS di Indonesia, meskipun ada ketidakpastian ekonomi global.

Jika Trump kembali terpilih, kemungkinan besar ia akan mendorong kebijakan yang memulangkan investasi AS ke dalam negeri dengan pemotongan pajak perusahaan, yang bisa berdampak pada penurunan aliran investasi ke luar negeri, termasuk Indonesia. Ini akan menjadi tantangan bagi Indonesia, yang bergantung pada FDI untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja. Namun, di sisi lain, ketegangan AS dengan China di bawah kepemimpinan Trump juga bisa membuka peluang bagi Indonesia untuk menarik perusahaan AS yang ingin mengurangi ketergantungan pada rantai pasok China. Jika Indonesia bisa menawarkan iklim bisnis yang stabil dan infrastruktur yang memadai, ada potensi bagi Indonesia untuk menarik investasi di sektor-sektor penting, seperti manufaktur dan teknologi.

3. Pengaruh pada Stabilitas Keamanan dan Politik Regional

Dari sisi geopolitik, Trump terkenal dengan kebijakan yang kurang melibatkan AS dalam menjaga stabilitas di kawasan Asia-Pasifik. Ini termasuk kebijakan pengurangan pasukan dan peran AS di Asia Tenggara. Indonesia, yang memiliki kepentingan besar di Laut China Selatan dan Natuna, bisa terkena dampak dari pengurangan keterlibatan AS di kawasan ini. Berdasarkan survei dari Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS) pada 2022, 76,7% responden di Asia Tenggara menganggap China sebagai ancaman keamanan utama. Dalam situasi seperti ini, ketidakpastian dukungan AS bisa membuat Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya perlu meningkatkan kerja sama keamanan antar regional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun