Revisi pada tahun 2001 oleh Anderson dan Krathwohl memperbarui taksonomi ini dengan mengganti beberapa istilah dan memindahkan evaluasi di bawah tingkatan tertinggi, yaitu mencipta (creativity). Taksonomi Bloom yang direvisi ini lebih fokus pada peran kreatif dan berpikir kritis yang dianggap penting dalam pendidikan modern.
Dalam konteks perkembangan cognitive science, pemahaman kita tentang bagaimana otak belajar dan memproses informasi semakin dalam, berkat penelitian dalam neurosains, psikologi kognitif, dan AI. Pendidikan abad ke-21 semakin menyadari pentingnya pendekatan yang personal dan adaptif, di mana setiap siswa memiliki gaya dan kecepatan belajar yang unik. Ini dapat diterapkan melalui teknologi pendidikan yang didukung oleh machine learning dan AI, yang memungkinkan pendekatan pembelajaran yang lebih disesuaikan.
Taksonomi Bloom, yang mengklasifikasikan keterampilan kognitif dari dasar hingga pemikiran tingkat tinggi seperti analisis dan penciptaan, menekankan pentingnya pengembangan kemampuan kritis dan kreatif. Namun, kelas-kelas di Indonesia sering kali lebih menekankan hafalan daripada pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Data nasional menunjukkan bahwa 82% siswa sekolah menengah di Indonesia menghadapi kurikulum yang berfokus pada ujian berbasis fakta, yang membatasi peluang untuk berpikir analitis dan kreatif (Kementerian Pendidikan, 2024). Hal ini tercermin dalam performa Indonesia dalam penilaian internasional. Pada 2022, skor matematika Indonesia turun menjadi 366, dari 379 pada 2018. Taksonomi Bloom menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia sebaiknya bergerak melampaui hafalan menuju pembelajaran berbasis pemecahan masalah dan proyek untuk lebih melibatkan siswa dalam proses analitis dan kreatif.
4. Howard Gardner: Menghargai Kecerdasan Majemuk
Teori kecerdasan majemuk dari Howard Gardner mengusulkan bahwa kecerdasan itu beragam, meliputi kecerdasan linguistik, logis-matematis, musikal, spasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalistik. Namun, pendidikan di Indonesia lebih menekankan kecerdasan linguistik dan logis-matematis melalui ujian standar, yang sering kali mengabaikan bakat dan potensi beragam siswa. Menurut laporan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi pada 2023, hanya 15% sekolah di Indonesia yang menawarkan program khusus di bidang seni, olahraga, atau keterampilan vokasional, sehingga membatasi perkembangan siswa dengan kekuatan non-akademik. Teori Gardner mendukung pendekatan yang lebih inklusif, memungkinkan siswa untuk mengeksplorasi dan mengembangkan kemampuan unik mereka, sehingga berkontribusi pada sistem pendidikan yang lebih seimbang dan beragam.
Urgensi
Analisis ini menunjukkan adanya kesenjangan antara sistem pendidikan Indonesia dengan prinsip-prinsip pendidikan yang diusulkan oleh Dewantara, Freire, Bloom, dan Gardner. Masing-masing tokoh ini menganjurkan pendekatan yang berpusat pada siswa dan menghargai keunikan serta potensi setiap individu, yang berlawanan dengan fokus pada standarisasi dan keseragaman dalam pendidikan Indonesia. Data statistik memperkuat kekhawatiran ini, dengan penurunan skor PISA dan minimnya peluang bagi siswa untuk terlibat dalam pemikiran kritis dan ekspresi kreatif. Sifat ujian yang terlalu menentukan hasil belajar telah menghasilkan pendekatan pengajaran yang lebih mementingkan hafalan daripada pembelajaran yang menyeluruh. Untuk mengatasi masalah ini, reformasi sebaiknya mencakup kurikulum yang lebih fleksibel, mengurangi tekanan ujian standar, serta pelatihan guru untuk mendukung metodologi interaktif dan berpusat pada siswa.
Abad ke-21 menuntut pendidikan Indonesia untuk berkembang dengan mengintegrasikan prinsip dari pendidikan kritis yang merdeka Ki Hajar Dewantara, pedagogi kritis Freire, penekanan pada pemikiran tingkat tinggi Bloom, dan penghargaan terhadap kecerdasan majemuk Gardner. Mengadopsi kerangka teori pendidikan mereka, Indonesia dapat mengembangkan sistem pendidikan yang lebih inklusif, kritis, dan adaptif, yang mempersiapkan siswa untuk dunia yang kompleks dan dinamis. Penelitian lebih lanjut harus difokuskan pada studi longitudinal untuk menilai dampak reformasi yang berpusat pada siswa serta menganalisis peran pemberdayaan guru dalam menciptakan lingkungan belajar yang transformatif.
Daftar Pustaka
- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. (2024). Survei Pengalaman Guru di Kelas.
- Aliansi Siswa Indonesia. (2023). Survei Keterlibatan Siswa SMA.
- Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. (2023). Laporan Program Khusus di Sekolah-sekolah Indonesia.
- OECD. (2023). Hasil PISA 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H