Kabinet di berbagai negara mencerminkan tipologi yang berbeda berdasarkan bentuk pemerintahan yang dianut, antara lain:
1. Kabinet dalam Sistem Presidensial
Di negara-negara dengan sistem presidensial seperti Amerika Serikat, Indonesia, dan Filipina, presiden memiliki kekuasaan eksekutif penuh dalam membentuk kabinet. Kabinet dipilih langsung oleh presiden dan bertanggung jawab langsung kepada presiden, bukan kepada parlemen. Kabinet cenderung lebih besar di negara-negara dengan sistem presidensial seperti Indonesia, karena pembagian kekuasaan politik sering kali menjadi faktor utama.
2. Kabinet dalam Sistem Parlementer
Di negara-negara seperti Inggris, Jerman, dan Belanda, kabinet dibentuk oleh partai atau koalisi yang menguasai parlemen. Menteri-menteri bertanggung jawab kepada parlemen dan dapat diganti melalui mosi tidak percaya. Kabinet dalam sistem parlementer cenderung lebih kecil dan fokus, karena kontrol parlemen lebih ketat dan menteri dipilih berdasarkan kompetensi politik dan teknokratik.
3. Kabinet dalam Sistem Semi-Presidensial
Negara seperti Prancis memiliki kabinet dalam sistem semi-presidensial, di mana presiden dan perdana menteri berbagi kekuasaan eksekutif. Kabinet di negara semi-presidensial sering kali mencerminkan perpaduan antara kendali eksekutif presiden dan pengaruh legislatif.
Efek Kabinet Gemuk
Dengan membandingkan kabinet di berbagai negara, jelas bahwa ukuran kabinet yang terlalu besar tidak memberikan jaminan efektivitas. Kabinet gemuk di Indonesia, dengan jumlah menteri yang sering kali melebihi 30, sering kali diisi oleh menteri-menteri yang posisinya lebih dipengaruhi oleh konsesi politik daripada kompetensi teknis. Hal ini tidak hanya membuat birokrasi semakin lamban, tetapi juga menambah beban anggaran negara.
Indonesia dapat belajar dari negara-negara seperti Singapura, Amerika Serikat, dan Jerman, yang fokus pada kabinet yang kecil tetapi efisien. Efisiensi birokrasi bukan tentang seberapa banyak menteri, tetapi bagaimana kabinet tersebut mampu merespon tantangan yang dihadapi rakyat.
Selain itu, semakin besar kabinet, semakin besar potensi terjadinya kolusi dan korupsi karena lebih banyak jabatan yang diperebutkan untuk kepentingan elit politik. Hal ini membahayakan proses pengambilan keputusan yang seharusnya berpihak pada rakyat. (TA)