Mohon tunggu...
Timotius Apriyanto
Timotius Apriyanto Mohon Tunggu... Konsultan - OPINI | ANALISA | Kebijakan Publik | Energi | Ekonomi | Politik | Filsafat | Climate Justice and DRR

Penulis adalah praktisi Pengurangan Risiko Bencana dan Pengamat Sosial

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Jangan Panggil Saya Prof"

21 Juli 2024   12:02 Diperbarui: 21 Juli 2024   14:07 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu kritik utama adalah adanya prosedur yang dianggap terlalu longgar dalam pemberian gelar profesor. Beberapa pihak menilai bahwa persyaratan untuk menjadi profesor, seperti jumlah publikasi ilmiah, pengalaman mengajar, dan kontribusi pada penelitian, tidak selalu diterapkan secara konsisten. Ada kasus di mana calon profesor berhasil mendapatkan gelar meskipun tidak memenuhi semua kriteria yang seharusnya.

Prosedur yang tidak konsisten ini menimbulkan ketidakpuasan di kalangan akademisi yang merasa bahwa standar penilaian telah menurun. Mereka khawatir bahwa hal ini akan merusak reputasi akademik Indonesia di mata internasional, karena gelar profesor yang diberikan mungkin tidak mencerminkan kualitas yang sebenarnya.

Namun, bagi sebagian orang, gelar profesor bukanlah sekadar penghargaan, melainkan beban dan tanggung jawab yang besar. Beberapa orang yang menyandang gelar Profesor lebih memilih untuk tidak dipanggil dengan sebutan tersebut.

Kerendahan hati adalah salah satu alasan utama mengapa beberapa profesor lebih memilih untuk tidak dipanggil dengan gelar mereka. Bagi mereka, pencapaian akademis bukanlah sesuatu yang harus dibanggakan atau dijadikan alat untuk memperoleh status sosial.

Sebaliknya, mereka melihat gelar tersebut sebagai alat untuk melayani orang lain dan berkontribusi pada masyarakat. Profesor yang rendah hati percaya bahwa prestasi akademis mereka adalah hasil kerja keras, dan dukungan dari banyak pihak.

Mereka merasa bahwa menonjolkan gelar mereka hanya akan menambah jarak antara mereka dan orang-orang yang mereka layani. Dengan memilih untuk dipanggil dengan nama depan mereka, mereka berharap dapat menciptakan hubungan yang lebih dekat dan manusiawi dengan orang lain.

Dalam dunia akademik, kolaborasi dan kerja tim sangat penting. Beberapa profesor percaya bahwa penekanan pada gelar dan jabatan dapat menciptakan hierarki yang kaku dan menghambat kolaborasi yang efektif. Dengan menghilangkan formalitas, mereka berharap dapat membangun lingkungan kerja yang egaliter dan inklusif.

Profesor yang lebih suka dipanggil dengan nama depan mereka ingin menciptakan suasana di mana setiap orang merasa dihargai dan didengar. Mereka percaya bahwa ide-ide terbaik sering kali muncul dari diskusi yang terbuka dan jujur, di mana semua peserta merasa nyaman untuk berbagi pandangan mereka tanpa takut akan kritik atau penghakiman. Dengan menolak dipanggil "Profesor", mereka berusaha untuk menghilangkan hambatan yang mungkin menghalangi kolaborasi yang produktif.

Hierarki yang ketat dalam lingkungan akademik bisa menghambat kreativitas dan inovasi. Beberapa profesor merasa bahwa penekanan pada gelar dan jabatan dapat menciptakan jarak antara mereka dan orang lain, baik itu mahasiswa, kolega, atau anggota masyarakat. Dengan menolak dipanggil "Profesor", mereka ingin menekankan bahwa setiap orang memiliki kontribusi yang berharga, terlepas dari titel atau posisi mereka.

Dalam pandangan mereka, gelar akademik tidak seharusnya menjadi penghalang untuk berinteraksi secara setara dan terbuka. Mereka ingin menciptakan lingkungan di mana ide-ide dapat dipertukarkan secara bebas, tanpa terhalang oleh perbedaan status atau posisi.

Dengan demikian, mereka berharap dapat mendorong inovasi dan kreativitas yang lebih besar dalam pekerjaan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun