Terorisme dapat terjadi di berbagai tempat untuk menimbulkan ketakutan di masyarakat dan memberikan tekanan pada pemerintah untuk tujuan tertentu dan atau, keuntungan lainnya.
Kita semua dikejutkan oleh satu musibah kebakaran hebat gedung Kejaksaan Agung RI di Jalan Sultan Hasanudin Dalam, No. 1, RT.011/RW.007, Kelurahan Kramat Pela, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan  pada pukul 19:10 WIB, Sabtu 22 Agustus 2020. Dalam waktu singkat api yang menurut informasi Kepala Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (gulkarmat) DKI Jakarta Satriadi Gunawan dari berbagai media berasal dari lantai 6, telah menghanguskan total 4 lantai di bawahnya.
Gedung Kejaksaan Agung RI yang terbakar adalah merupakan Gedung Utama dan merupakan heritage, dimana lantai 6 dan lantai 5 adalah ruang-ruang Jaksa Agung Muda Pembinaan (dalam kementerian atau lembaga tinggi negara setingkat bidang kesekjenan) termasuk di dalamnya urusan kepegawaian, lantai 3 dan 4 adalah ruang-ruang bagian Jamintel, sementara ruang Jaksa Agung serta ruang wakil Jaksa Agung di lantai 2.Â
Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI, Hari Setiyono dalam penjelasannya kepada berbagai media menyampaikan bahwa dokumen berkas perkara Jampidum dan Jampidsus ada di gedung bundar. Â
Gedung-Gedung dengan "Top Security System" di Jakarta antara lain misalnya Istana Merdeka, Gedung Bursa Efek Indonesia, Gedung Kejaksaan Agung, dan Gedung BI, sudah dilengkapi backup system berlapis. Prosedur pengamanan gedung-gedung tersebut dari semua risiko sudah menjadi bagian dari manajemen risiko disertai dengan "contingency planning" untuk setiap risiko jika terjadi.Â
Insiden kebakaran salah satu gedung dengan tingkat security system terbaik di Indonesia tersebut sulit untuk disebut kebakaran biasa. Ada dua hal yang bisa kita lihat dalam insiden kebakaran ini yaitu pertama peristiwanya dan kedua pesan yang bisa terbaca dari peristiwa ini.Â
Catatan Terkait Peristiwa KebakaranÂ
Kapolsek Kebayoran Baru, AKBP Jimmy Christian Samma menyampaikan bahwa api berasal dari lantai 6. Beberapa hal lain yang bisa kita catat dari peristiwa kebakaran Gedung Kejaksaan Agung tersebut adalah bahwa api  dari lantai 6 dengan sangat cepat merambat dan membakar lantai 5 sampai lantai 2. Kobaran api terlihat sangat besar, sehingga menarik untuk kita analisa penyebab kebakaran di lantai 6 tersebut. Kita tentu secara normatif harus menunggu hasil uji dan analisa PUSLABFOR Mabes POLRI. Banyak video amatir dari rekaman masyarakat menunjukkan betapa api menjalar dengan sangat cepat. Melihat berbagai video tersebut, bisa jadi ada faktor yang menyebabkan api menjadi begitu besar. Faktor tersebut misalnya adalah unsur-unsur material bangunan yang mudah terbakar, atau mungkinkan ada zat yang membuat api membesar sehingga bangunan terbakar begitu hebat. Hal lain yang menarik dikaji adalah pemicu dari kebakaran itu, apakah karena hubungan arus pendek listrik dari instalasi alat yang ada, atau ada pemicu api lainnya?  Dua bagian kajian ini sangat tergantung dari hasil laboratorium forensik tentang penyebab munculnya api dan bagaimana api membesar. Sistem peringatan dini kebakaran konon telah bekerja dengan baik. Jika sistem peringatan dini kebakaran sudah bekerja dengan baik, maka ada kemungkinan sistem respon kebakarannya baik melalui alat otomatis ataupun penanganan melalui satuan keamanan secara manual tidak bekerja dengan baik. Sistem respon kebakaran yang tidak bekerja dengan baik kemungkinannya bisa karena kapasitas respon yang rendah atau memang api yang harus ditangani terlalu besar. Â
Pesan yang bisa terbaca dari Peristiwa KebakaranÂ
Gedung sepenting Gedung Utama Kejaksaan  Agung semestinya tidak boleh terbakar apapun alasannya at all cost. Gedung Kejaksaan Agung dimana banyak kasus besar kejahatan di Indonesia sedang ditangani, maka jika terbakar tentu akan sangat beresiko terhadap dinamika penegakkan hukum di tanah air. Dua Mega kasus yang saat ini menjadi sorotan publik adalah kasus Djoko Tjandra dan kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya.
Publik akan langsung memiliki kesan bahwa ada kemungkinan peristiwa kebakaran tersebut terkait konspirasi dengan upaya sistematis untuk menghilangkan sebagian barang bukti dan atau berkas perkara kedua kasus. Motif penghilangan barang bukti bisa merupakan upaya untuk menutupi sebagian dari fakta hukum kasus tersebut, termasuk upaya memutus mata rantai pelaku kejahatan. Melihat hal tersebut, maka pesan yang bisa terbaca adalah berupa pesan teror kepada pemerintah dalam hal ini aparat penegak hukum untuk "berhati-hati" dalam mendalami dan mengembangkan dua mega kasus tersebut.  Â
Melihat hal itu,  tidak menutup kemungkinan ada unsur kesengajaan kalau bukan dari peristiwa kebakarannya tapi juga kemungkinan dari pesan yang akan dikirimkan kepada aparat penegak hukum terkait kasus besar yang dianggap membahayakan bagi para pelaku dan atau para pemain kasus tersebut. Semestinya arsip tidak terbakar dalam standard Almari Besi dengan Solingen Steel composite yang memiliki titik didih hingga 800C dan mampu bertahan selama 2 jam. Dokumen berkas perkara dari JAMPIDUM maupun JAMPIDSUS yang disimpan di Gedung Bundar, tentu aman karena disimpan dalam almari besi meski bisa saja dipinjam oleh JAMINTEL.Â
Quasi TerorismeÂ
The National Advisory Committee on Criminal Justice Standard and Goals, sebuah komite nasional di Amerika Serikat untuk standar peradilan pidana menekankan ada enam jenis terorisme, salah satunya adalah quasi terorisme.
Quasi Terorisme adalah tindakan kekerasan yang menggunakan metode seperti teroris, tetapi tidak memiliki faktor pendorong yang sama.  Pelanggar hukum bertindak dengan cara yang mirip dengan teroris, tetapi secara umum terorisme  bukanlah tujuannya.
Terlepas dari teknis penyebab kebakarannya, kita bisa fokus pada pesan yang bisa terbaca dari insiden tersebut yaitu semacam teror atas upaya penegakkan hukum di Indonesia.
Meski dokumen berkas perkara aman tidak terbakar, namun pesan  "political pressure"nya akan lebih kuat dibanding soal teknis dari insiden kebakarannya. Penanganan kasus ini semestinya dilakukan dengan pendekatan "extra ordinary" untuk melihat dimensi terorisme baik secara langsung maupun tidak langsung. Kebakaran Gedung Utama Kejaksaan Agung ini, bisa jadi merupakan salah satu bentuk "Quasi Terrorism" yang dilakukan secara terorganisir dan rapi. Â
Perlu Dibentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (Investigator)Â
Presiden Joko Widodo perlu segera membentuk tim gabungan untuk melakukan investigasi secara menyeluruh dengan melibatkan tim internal kejaksaan agung, tim mabes POLRI, tim BNPB dan dari unsur TNI. Tim Investigasi Kebakaran Gedung Kejaksaan sangat penting untuk mencari, melihat, dan melakukan analisa fakta sebagai kejadian luar biasa.  Terbakarnya gedung warisan sejarah yang sangat penting tidak bisa disikapi dengan biasa saja. Naluri detektif dengan berbasis bukti harus ada dalam melihat peristiwa itu dengan rentetan peristiwa yang sudah terjadi maupun belum terjadi. Tim Gabungan tersebut nantinya akan melaporkan kepada Presiden dan kepada Publik secara terbuka dan jelas. (TA)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H