Meningkatnya Eskalasi Politik di Asia
Beberapa peristiwa di Asia akhir-akhir ini, telah menyebabkan peningkatan eskalasi politik Internasional, antara lain tewasnya 20 tentara India di Ladakh tanggal 16 Juni 2020 dalam pertempuran kecil di wilayah perbatasan antara India-China yang merupakan wilayah sengketa di sekitar pegunungan Himalaya. Pemerintah India dengan didukung warga nagara India mengambil sikap keras atas peristiwa tersebut baik secara politik maupun ekonomi berupa tindakan boikot pembelian produk China. Para pengamat militer kawatir bahwa peningkatan eskalasi politik antara India dengan China ini akan memicu konflik bersenjata.
Dalam kasus yang lain, Amerika Serikat, Vietnam dan Filipina mengecam Tiongkok atas latihan militer yang dilakukan di sekitar Kepulauan Paracel pada bulan Juli 2020. Vietnam memiliki klaim yang tumpang tindih dengan klaim Tiongkok atas Paracels yang disebut Kepulauan Xisha, sementara Vietnam menyebutnya sebagai Kepulauan Hoang Sa. Pihak Tiongkok menanggapi protes diplomatik Vietnam itu dan menuntut dilakukannya investigasi dengan tuduhan bahwa kapal nelayan Vietnam telah memasuki perairan Tiongkok lebih dahulu secara ilegal dan dikatakan bertabrakan dengan kapal China Haijing 4301 setelah melakukan "manuver berbahaya."
Eskalasi politik internasional yang melibatkan Tiongkok di kawasan Asia telah mendorong Amerika Serikat mengerahkan dua kapal induk (US Navy aircraft carriers) yaitu "USS Nimitz dan USS Ronald Reagan" untuk beroperasi dan siap melakukan latihan perang lebih intensif di perairan internasional Laut Cina Selatan, tepatnya di perairan Filipina.
Mobilisasi militer Amerika tersebut selain terkait dengan eskalasi yang semakin meningkat di Asia dengan insiden di India, Vietnam, dan Filipina, juga terkait krisis politik di Hong Kong. Pemerintah Tiongkok berusaha menghindari legislasi proses permohonan kemerdekaan Hong Kong dan memberlakukan undang-undang darurat keamanan nasional untuk Hong Kong.Â
Situasi krisis politik di Hong Kong tersebut diikuti sikap Inggris dengan memberikan tawaran ijin tinggal selama 12 bulan yang dapat diperbaharui kepada penduduk Hong Kong pemegang Paspor Luar Negeri Nasional Inggris (British National Overseas).Â
Sikap politik Inggris ini juga diikuti oleh Kanada. Sementara itu, warga negara Amerika Serikat juga mendukung pemerintah untuk memberikan suaka politik (political asylum) kepada penduduk Hong Kong yang merasa takut dan terintimidasi penindasan Tiongkok.
Memanasnya Hubungan Diplomatik Tiongkok VS Amerika
Situasi hubungan diplomatik antara Amerika dan Tingkok bahkan berada pada posisi terburuk selama enam bulan ini, saat tanggal 22 Juli 2020 Amerika hanya memberi waktu 72 jam untuk Tiongkok menutup konsulatnya di Houston Texas menyusul tuduhan aktivitas spionase 2 warga negara Tiongkok di Amerika Serikat.Â
Tindakan tersebut memicu pemerintah Tiongkok pada tanggal 24 Juli 2020 untuk pemerintah Amerika Serikat menutup konsulatnya di Kota Chengdu, Provinsi Sichuan juga dalam waktu 72 jam.
Panasnya Perang Dingin Dipicu oleh Kemajuan Teknologi TiongkokÂ