Mohon tunggu...
Timotius Apriyanto
Timotius Apriyanto Mohon Tunggu... Konsultan - OPINI | ANALISA | Kebijakan Publik | Energi | Ekonomi | Politik | Filsafat | Climate Justice and DRR

Penulis adalah praktisi Pengurangan Risiko Bencana dan Pengamat Sosial

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mitos New Normal dan Pencarian Model Ekonomi Baru

20 Juli 2020   05:17 Diperbarui: 20 Juli 2020   08:12 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber : resilience.org)

Eisenstein mengungkap mitos dan kebohongan yang menopang struktur kekuasaan, kehancuran sosial dan spiritual di mana kita semua dengan tidak sadar terlibat didalamnya. Sesuatu yang suci di dunia ini, pasti bukan uang dan orang pasti dapat bertindak di luar ekonomi uang, terlepas dari kekuatan yang dimilikinya atas hidup mereka.

 
Pandemi covid-19 ini telah menghancurkan mitos sistem ekonomi lama dan membuka satu keniscayaan ekonomi dengan meletakkan dasar bagi cara berpikir lebih baik untuk dapat mengembalikan harapan dan membantu kita menuju ke masa depan yang positif. Kesadaran kritis untuk mengembalikan gagasan ekonomi kepada ide awal ekonomi yang suci, hanya mungkin terjadi dengan keruntuhan ekonomi global oleh kekuatan alam bersekala sangat besar yaitu pandemi sebagai satu bencana mega catastrophic.

Pertumbuhan ekonomi yang masif dan berhubungan erat dengan Gross Domestic Product ini ternyata tidak bisa memberi jaminan kebahagiaan individu. Tim Jackson (2016) menulis sebuah buku berjudul "Prosperity Without Growth, Foundation for The Economy of Tomorrow" .

Pertumbuhan Ekonomi memang membawa banyak manfaat, namun  di sisi lain juga membawa berbagai permasalahan ekologi. Salah satu konsekuensi pertumbuhan ekonomi adalah eksploitasi sumber daya alam secara masif sebagai bahan baku dalam suatu siklus rantai produksi dari hulu sampai ke hilir.

Dialektika perdebatan tentang pembangunan berkelanjutan tanpa pertumbuhan semakin menguat. Konsep dan paradigma pertumbuhan ekonomi adalah ekonomi konvensional yang mengaburkan batas ekonomi dan politik untuk terus menerus mengejar pertumbuhan ekonomi secara eksponensial.

Rajni Bakshi (2013) seorang cendekiawan perempuan India percaya bahwa Mahatma Gandhi sudah meletakkan dasar pemikiran yang menggugat konsep kapitalisme modern. Mahatma Gandhi dalam salah satu  kutipan menyatakan bahwa : "Bumi ini cukup untuk memuaskan kebutuhan setiap orang, tetapi tidak akan cukup untuk kerakusan setiap orang"

Senafas dengan kutipan Mahatma Gandhi tersebut Prof. Drs. Purwo Santoso, MA. Ph.D (2020) menyampaikan pernyataan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan agregat akumulasi kerakusan umat manusia.

Pandemi Covid-19 ini bisa menjadi refleksi betapa ekonomi dengan didorong kemajuan semua teknologi telah bertumbuh secara revolusioner diluar dari daya dukung alam. Saat ini seiring dengan dampak pandemi covid-19 dengan situasi gejala mengarah pada resesi ekonomi global terburuk abad ini sedang terjadi pergeseran zaman yang juga akan memicu pergeseran aksial ekonomi dan politik dunia. Sangat dimungkinkan sumbu ekonomi dan politik dunia akan bergeser ke Asia yang memiliki kebudayaan ekologis kuat, tradisi semangat ekonomi sosial, dan penguasaan teknologi internet, serta keberagaman sumberdaya tak terbatas dengan jumlah penduduk yang besar.

New Normal adalah paradoks global sebagai akibat tekanan pandemi covid-19 yang tak terhindarkan dan datang dalam paket lengkap disrupsi serta mitos ekonomi untuk menggantikan konsep globalisasi yang gagal. Beberapa pemikiran alternatif oleh para cendekiawan abad ini tersebut juga diikuti oleh inisiatif aksi untuk menantang sistem ekonomi kapital. Inisiatif yang muncul antara lain adalah pemikiran dan konsep ekonomi Pancasila dan ekonomi kerakyatan di Indonesia, inisiatif gerakan Gross National Happiness di Buthan, inisiatif Ekonomi Zero Growth, dan muncul serta menguatnya mata uang digital.

David Chaum (1983) telah memperkenalkan gagasan tentang uang tunai digital dan kemudian muncullah e-gold sebagai uang Internet yang pertama kali digunakan secara luas, dan diperkenalkan pada tahun 1996 serta disepakati menggunakan istilah "mata uang digital" untuk menggambarkan pembayaran antar rekan dalam berbagai instrumen pembayaran secara "peer to peer". Mata uang digital ini tidak memiliki bentuk fisik dan hanya ada dalam bentuk digital.  Mata uang digital termasuk uang virtual dan crypto-currency serta dapat digunakan untuk menggantikan fungsi uang tradisional dalam transaksi jual beli barang, dengan transaksi instan dan transfer kepemilikan tanpa batas. Sistem monetisasi lama akan terbongkar dan melahirkan komunitas ekonomi baru di dunia maya.  Uang mungkin telah menyebabkan masalah terbesar kita, dan  kita perlu meredefinisinya untuk memecahkan masalah tersebut dengan segala kompleksitasnya.

Clayton M. Christensen dan Joseph Bower (1995) menyampaikan gagasan Disruptive Innovation dalam sebuah artikel berjudul "Disruptive Technologies: Catching the Wave" di jurnal Harvard Business Review. Faktor perkembangan teknologi yang sangat cepat telah memicu inovasi berbasis teknologi yang merusak model bisnis lama. Bumi dieksploitasi secara berlebihan dengan pertumbuhan ekonomi berbasis inovasi (innovation driven growth).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun