Karena aturan-aturan dan lembaga-lembaga tidak cukup menjamin pemilu atau pilkada yang adil, politik membutuhkan etika, prinsip-prinsip moral.Â
Salah satu etika politik penting adalah anak, suami/istri, kakak/adik, dan lain-lain kerabat dekat presiden dan wapres sebaiknya mengjauhkan diri dari kompetisi jabatan-jabatan publik yang hasil pemilihannnya dapat diintervensi oleh presiden atau wapres. Demikian pula sanak-famili gubernur, bupati, atau wali kota.
Hal ini sama saja dengan persoalan konflik kepentingan seperti yang saya bahas dalam "Klarifikasi Adik Prabowo Subianto, Konflik Kepentingan, dan Oligarki di Balik Ekspor Benih Lobster".
Baik konflik kepentingan maunpun dinasti politik adalah problem etika. Dua hal ini bukan kejahatan tetapi berpontensi mendorong kejahatan. Konflik kepentingan dapat -tidak harus- berdampak kolusi, korupsi, dan nepotisme.Â
Sementara politik dinasti dapat berdampak pencederaan asas fairness dalam pemilu melalui mobilisas sumber daya negara yang berada dalam kendali patron politik.
Ya. Begitu saja.
Kita tentu berharap para politisi merupakan golongan penganut pandangan moralisme atau pragmatisme dalam hubungan antara etika dan politik, bukan kelompok penganut sinisme (immoral) atau skeptisisme (amoral). Tetapi jika kenyataanya mereka golongan immoral dan amoral, bagaimana rakyat harus bersikap?
Saya kira menenangkan kotak kosong adalah pilihan rasional rakyat dalam menghajar para politisi anti-etika.***
Bahan Bacaan:
Girardin, Benot. Ethics in Politics: Why It Matters More than Ever and How It Can Make a Difference. Globethics.net, 2012.
Guareschi, Pedrinho. (2017). Ethics and Politics. Revista Katlysis, 20(3), 322-324. https://doi.org/10.1590/1982-02592017v20n3p322
"'Issue of Political Dynasties More Moral than Legal' | Philstar.Com." Accessed July 24, 2020. https://www.philstar.com/headlines/2012/10/31/861951/issue-political-dynasties-more-moral-legal.
Weber, Mar. "Politics as a Vocation." In From Max Weber: Essays in Sociology. Penerjemahan dan editor oleh H. H. Gerth, and C. Wright Mills. New York: Free press, 1946.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H