27 Juni 2020, permintaan DPO Djoko Tjandra oleh Kejaksaan Agung.
Sampai di sini kita melihat celah dalam sistem yang bisa dimanfaatkan koruptor untuk meloloskan diri. Ada ketidakjelasan, siapa yang berhak atas keputusan pencekalan dan panahanan orang di imigrasi, Polisi (NCB-interpol) atau kejaksaan? Jika Kejaksaan, mengapa imigrasi menerima pula permintaan dari NCB-Interpol? Jika NCB-Interpol, mengapa ada permintaan dari Kejagung?
Atau  pula, yang mana mekanisme standar red notice? Kejaksaan mengajukan permintaan periodik -- diperpanjang setelah jatuh tempo -- kepada NCB-Interpol (perspektif kepolisian) atau red notice otomatis diperpanjang selama buronan belum tertangkap (pandangan Kejaksaan Agung)?
Persoalan lain adalah bagaimana bisa basis data buronan kakap seperti Djoko Tjandra masih bisa diakses dan diutak-atik di low level security setingkat kelurahan? Apakah Dispenduk tidak memberlakukan akses khusus terhadap data kependudukan para buronan? Bagaimana koordinasi antara Kejaksaan, Polri, Imigrasi, dan Kemendagri dalam urusan data dan status kependudukan buronan?
Nah, karena problem ini berkaitan dengan celah dalam sistem hubungan antar-lembaga, penyelesaiannya tidak bisa hanya jadi urusan Polri dan penegakan hukum internal mereka. Harus ada perbaikan sistem dan karenanya lebih tepat jika penyelidikan terhadap celah-celah dalam sistem dilaksanakan oleh DPR. Dengan begitu, DPR bisa menerbitkan undang-undang atau memfasilitasi kesepakatan antar-lembaga untuk menutupi celah tersebut.
Skandal pelarian Djoko Tjandra bisa jadi pintu gerbang penyedia akses informasi seluas-luasnya terhadap celah-celah dalam sistem yang bisa dan biasa dimanfaatkan koruptor. Untuk inilah pansus DPR hendaknya dibentuk.
Saya kira dengan pertimbangan sederhana a la awam seperti ini, DPR punya alasan kuat membentuk pansus skandal buron Djoko Tjandra. Kita berasumsi saja para anggota DPR tidak ikut terlilit tentakel suap Djoko Tjandra sehingga tetap punya komitmen membongkar kelemahan sistem dan memperbaikinya.
Kita tidak bisa memastikan hanya orang jujur saja yang duduk di jabatan-jabatan penting otoritas hukum dan kekuasaan. Tetapi sistem yang baik, yang selalu di-up date dan up grade bermanfaat mempersempit ruang gerak pada mafia.***
Baca:
"Orang Manggarai, Pohon Jeruk Nipis dan Rumpun Kemangi di Belakang Rumah"
"Kelahiran dan Perlawanan Bikini, Apa Relasinya dengan Bom Atom?"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H