Lalu untuk apa jeruk nipis?
Dalam tata cara makan orang Manggarai tempo dulu, harus selalu ada semangkuk air untuk cuci tangan. 'Wae samo'Â istilahnya. Kakek saya tidak akan mau makan jika di mejanya belum tersedia wae samo.
Jeruk nipis, kadang buah, kadang daunnya, adalah kelengkapan cuci tangan. Jadi setelah makan Ikang Cara, kita mencuci tangan menggunakan wae samo. Daun atau buah jeruk nipis menjadi sabunnya. Dengan cara itu, aroma tajam Ikang Cara tersamarkan.
Mengapa tidak tersedia di warung makan?
Si penulis artikel Kompas, "Ikan 'Cara', Berlimpah tetapi Langka" bercerita tentang pengalamannya tidak bisa menemukan rumah makan di Labuan Bajo yang menyajikan Ikang Cara. Padahal menurutnya, sajian Ikang Cara bisa jadi salah satu daya tarik wisata Labuan Bajo. Artikel itu ditulis sembilan tahun lalu.
Saya tidak tahu apakah setelah sembilan tahun, setelah industri pariwisata mulai berkembang, Ikang Cara akhirnya masuk menu restoran di kota wisata seperti Labuan Bajo. Tetapi bicara dulu, saya kira wajar tidak ada restoran yang berpikir untuk menyajikan Ikang Cara. Saya bisa menduga sejumlah alasan.
Alasan pertama, Ikang Cara adalah makanan rumahan orang Manggarai. Untuk apa orang harus ke luar rumah, makan di rumah makan jika yang dicari Ikang Cara juga?
Ya, tetapi kan bisa laris di hadapan pengunjung restoran yang bukan orang Manggarai, laris bagi para wisatawan?
Kalau bicara sebelas tahun lalu, industri wisata memang masih jabang bayi. Imajinasi para pelaku wisata di Labuan Bajo belum sampai ke sana. Mereka pikir yang dicari wisatawan cuma Komodo, laut dan pantai. Sementara makan hanya urusan kewajiban biologis.
Selain itu, orang-orang daerah memang punya problem inferioritas. Mereka selalu merasa miliknya bukan barang berharga, tidak layak disuguhkan kepada tetamu.
Dahulu orang Manggarai jamak memandang Ikang Cara sebagai produk ketertinggalan, hasil mensiasati keterbatasan infrastuktur jalan. Agar ikan dari pantai bisa dijajakan ke pedalaman, ia harus diasinkan dulu.
Inilah sebabnya dahulu penduduk Ruteng (ibu kota Kabupaten Manggarai) biasa berkata kepada penduduk Labuan Bajo (ibu kota Kabupaten Manggarai Barat) dan Borong (ibu kota Kabupaten Manggarai Timur) atau kota kecamatan tepi pantai seperti Reo, "Bo meu ta, hang ikang ta'a." 'Kalian sih enak, makan ikan segar'.