Kedua.
Indonesia sedang butuh banyak anggaran pembiayaan program-program preventif dan kuratif pandemi Covid-19; sedang butuh banyak dana untuk perlindungan sosial ratusan juta rakyat yang jatuh miskin atau bertambah melarat; sedang butuh banyak dana untuk membangkitkan perekonomian yang sekarat.
Baca pula: "New Normal Jokowi vs Amien Rais"
Di tengah kondisi seperti ini, bukankah pengeluaran-pengeluaran yang tidak mendesak sebaiknya ditangguhkan?
Apalagi, sudah terang ada gelagat permintaan penambahan dana penyelenggaraan Pilkada serentak Desember 2020. Alasannya, menyesuaikan dengan protokol cegah penularan virus corona.
Menurut Ketua KPU Arief Budiman, lembaganya butuh tambahan Rp 535 miliar untuk pengadaan masker, sabun cuci tangan, dan penyanitasi tangan bagi pemilih dan penyelenggara ad hoc saat Pilkada serentak Desember 2020 nanti.[2]
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menjanjikan akan memfasilitasi pembicaraan antara pemerintah dan KPU soal penambahan ratusan miliar bagi proyek politik  tersebut.
Sementara Mendagri Tito Karnavian berkomentar, "Saya sudah bertemu Ibu Menkeu langsung agar pemotongan untuk KPU dan Bawaslu, mohon untuk direvisi kembali, karena itu sangat diperlukan KPU, Bawaslu dalam Pilkada 9 Desember, bahkan kami sudah menulis surat resmi, termasuk tambahan untuk DKPP"[3]
Ngeri! Banyak program mendesak dan lebih bermanfaat bagi rakyat ditangguhkan, eh pilkada yang hasilnya akan begitu-begitu saja mau diutamakan.
Ketiga.
Saat ini banyak pos anggaran di APBN dan APBD sudah dipangkas untuk dialokasikan (refocusing) ke tiga blok anggaran penanganan pandemi (Alat, fasilitas, dan layanan kesehatan; jaring penganan sosial; dan insentif usaha).
Saya kira 1-2 tahun ke depan pun APBN-APBD masih akan difokuskan untuk pembiayaan program-program yang berkaitan dengan pencegahan dan penyembuhan Covid-19 serta pemulihan ekonomi. Karena itu tidak akan tersedia cukup anggaran bagi program-program pembangunan baru sebagai realisasi janji-janji kampanye dalam pilkada Desember 2020.