Dalam artikel Bagian 2a kita sudah membahas contoh pertama petani sebagai chain partners.
Pada Bagian Ketiga (2b) ini kita akan melihat sejumlah contoh lain posisi petani sebagai chain Partners, yaitu dalam kasus chain partner di kalangan petani dengan komoditas berbeda; chain partner antarpetani dengan pembagian peran; dan chain partner antara petani dengan pelaku di mata rantai lebih hulu (pedagang input) dan lebih hilir (pedagang).
Semoga Anda telah membaca bagian 1 dan 2a dari seri "4 Level Petani dalam Value Chain Development"
Chain Partners antarpetani beda komoditas
Di kompleks tempat tinggal saya, ada dua jenis pedagang sayur keliling. Yang pertama berkeliling menggunakan sepeda motor. Pada jok motor mereka terpasang rak berisi aneka macam sayuran dan bumbu-bumbuan, bahkan ada pula daging ayam, tempe dan tahu. Sebagian besar kebutuhan dapur ada di sana.
Tipe pedagang sayur kedua adalah yang berjalan kaki memikul dagangannya. Mereka hanya menjajakan 1-2 jenis sayuran saja.
Jika di tempat Anda ada pula dua tipe ini, perhatikanlah, pedagang sayur tipe pertama lebih banyak dipanggil pembeli.
Mengapa bisa demikian?
Kelengkapan! Jawaban yang sama untuk pertanyaan mengapa supermarket umumnya lebih ramai dibandingkan specialty shops.
Suatu ketika sebuah lembaga, sebut saja Lembaga H minta pendapat saya. Mereka ingin mengubah program kebun pangan rumah tangga, dari bertujuan subsisten untuk peningkatan gizi keluarga menjadi berpadu dengan kepentingan pasar, menjadikan sebagian hasil produksi emak-emak di pekarangan rumah sebagai komoditi.
Sayangnya, saat itu saya berstatus kuli non-permanen penuh waktu di lembaga Y. Bos saya minta agar lembaga H berkontrak dengan lembaga Y, bukan dengan saya secara pribadi. Lembaga H tidak sanggup jika harus membayar pula "management fee."