Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Beda Gaya Pemerintah Indonesia dan China Menguji Rencana Kebijakan Publik

23 Februari 2020   22:29 Diperbarui: 25 Februari 2020   11:26 1030
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
MenPAN-RB Tjahjo Kumolo [Kompas.com]

Lain padang lain ilalang, lain pula belalangnya. Andai bisa seindah ini perdebatan tentang perbedaan cara pemerintah di tiap-tiap negara menghasilkan kebijakan publik disimpulkan. 

Tetapi tidak. Karena menyangkut hajat hidup orang banyak, kita tidak bisa menutup silang kata dengan sepermisif ini. Belalang harus dituntut untuk saling belajar bagaimana menghabiskan ilalang tanpa merusak jagung, sehingga dengan demikian hanya best practices yang terus berkembang.

Pada Juni 2018, saya pernah menyinggung bagaimana cara pemerintah China menghasilkan kebijakan publik (lihat artikel "Belajar dari Pengalaman Pembantaian Tiananmen 4 Juni 1989"). Peralihan pemerintahan China ke rejim Dengisme saya jadikan contoh spesifik.

Saat itu, Deng Xiaoping memperkenalkan The Four Modernizations yang mengakhiri era Revolusi Kebudayaan Mao. Fitur utama the Four Modernization adalah penguatan sektor pertanian dan industri melalui liberalisasi, plus penguatan iptek serta pertahanan negara.

Liberalisasi pertanian dipandang mendesak sebagai jalan mewujudkan ketahanan pangan. Tetapi kebijakan melalui jalan liberalisasi tidak boleh serampangan sebab mengubah moda produksi pertanian China era Revolusi Kebudayaan yang bersandar pada pertanian kolektif.

Collective farming adalah penerapan sosialisme di pedesaan, lahan dan alat produksi dikuasai secara kolektif, demikian pula perencanaan produksi dan pengerjaannya dilakukan secara bersama-sama oleh Komite Tani.

Hasil evaluasi saat itu menyimpulkan pertanian kolektif jadi biang rendahnya produksi pangan sebb para petani tidak memiliki insentif untuk mengolah lahan mereka lebih produktif. Spirit kapitalisme memang dibutuhkan dalam kadar tertentu.

Karena itu rejim Deng hendak meliberalisasi hulu pertanian pangan dengan kebijakan household responsibility system yang membolehkan rumah tangga petani menguasai dan mengelola lahan pertanian secara individual.

Meski para pemikir PKC telah merumuskan dengan sangat njilmet dan terang-benderang, Pemerintah China tidak dengan serta merta mengumumkan kebijakan tersebut kepada publik. Mereka tahu, sebagaimana pun sempurnanya rumusan kebijakan di atas kertas, ia perlu terlebih dahulu diuji di lapangan.

Maka dengan sangat rahasia, pada 1978 dibuatlah percobaan yang melibatkan 18 rumah tangga petani. Pada 1979, sampel diperluas dengan melibatkan para petani di Provinsi Sichuan dan Anhui.

Barulah setelah berdasarkan percobaan tersebut disimpulkan korelasi signifikan antara perubahan status penguasaan lahan dengan peningkatan produksi pangan, program house hold responsibility system diberlakukan secara nasional pada 1981. Hasilnya rejim Deng berhasil meningkatkan 25% produksi pangan.

Keberhasilan di sektor pertanian, mendorong ujicoba liberalisasi di manufaktur dan sektor tersier. BUMN boleh dikelola secar privat dan yang tidak profitable diprivatissi; kontrol negara terhadap perusahaan swasta kian dilonggarkan; serta pemda diberikan otonomi untuk merencanakan dan menata perekomian dengan cara-cara baru yang bersemangat liberal.

Jadi prinsipnya sederhana saja, sama seperti para petani maju hendak menguji benih, pupuk, teknik, dan teknologi baru. 

Yang pertama bikin dulu demo plot sebagai tempat belajar; menguji penerapan hal baru tersebut; mencari kekurangannya, dan memperbaiki. Jika sama sekali gagal, jangan diteruskan. Jika hasilnya baik, barulah diterapkan ke lahan lebih luas.

Lain Gaya Pemerintah Indonesia

Di Indonesia, tahun-tahun terakhir ini kita seolah-olah masih hidup sebagai masyarakat penghuni lembah berngarai seratus yang belum mampu membangun jembatan.

Untuk menyeberangi sungai, kita celupkan tongkat atau lemparkan batu. Jika banyak bagian tongkat tenggelam, atau sedikit riak pada bidang terlempari batu, kita pindah, mencoba lagi di bagian lain.

Begitulah yang tampak dari cara pemerintah menguji kebijakan publik. Seorang pejabat akan melontarkan wacana kebijakan. Jika publik adem ayem, apalagi banyak respon mendukung, lansung tancap gas, kebijakan diberikan dasar hukum dan dieksekusi.

Sebaliknya, jika luas dan keras reaksi penolakan, para pembesar angkat bicara, "Kami terbuka terhadap masukan," atau yang lebih parah lagi, "Kami tidak pernah katakan itu," atau "Media salah mengutipnya," atau "Itu cuma salah ucap dan salah ketik, mohon dimaklumi."

Gara-gara ini, para redaktur dan wartawan media massa, sekaliber Kompas sekalipun, harus banyak tersenyum kecut dan mengurut dada.

Pada 17 Februari, Kompas.com merilis berita disertai kutipan langsung dari mulut Menpan RB, "Kita kemarin juga sudah mengundang BTN. BTN clear bisa menggaji dan kami juga sudah meminta begitu ASN pensiun, minimal bisa dapat Rp 1 miliar. Bisa dihitung dengan baik." (1)

Dua hari berselang, Kompas.com menurunkan berita berjudul, "Menpan RB Tegaskan PNS Pensiun Dapat Rp 1 Miliar Tak Benar."(2)

Yah, begitulah. Jika China menguji kelayakan kebijakan lewat percobaan, Indonesia menubrukannya pada reaksi politik. Mungkin pas mengibaratkannya dengan perbedaan manusia dan berang-berang memecah kulit kerang.

Maka cemaslah kita, jangan-jangan negeri ini akan jadi negeri rakyat melarat di bawah pemerintahan doyan meralat?

Semoga saja tidak demikian. Semoga ini cuma gejala sesaat ketika para pejabat publik ingin setenar para influencer produk maskara atau para penulis teenlit, berlomba-lomba beken di medi sosial.

Mari berdoa---demikianlah selemah-lemahnya iman perjuangan--agar masa pubertas sosial cepat-cepat dilewati para pembesar negeri kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun