Lihatlah pasal-pasal yang meliberalkan buruh kontrak dan outsourcing---baca artikel "Ancaman Maraknya Outsourcing dan Buruh Kontrak dalam UU Cipta Kerja."
Status buruh kontrak dan outsourcing adalah jalan legal dan efektif untuk melemahkan daya tawar buruh. Dengan status kontrak dan outsourcing tanpa batas, buruh-buruh Indonesia esok hari akan tiada bedanya dengan buruh Indonesia era Orba dan masa awal reformasi yang tidak diperbolehkan memiliki serikat; akan sama dengan para korban human trafficking yang dipekerjakan ilegal; akan kembali ke kondisi seperti di pabrik-pabrik dalam dokumenter Pilger.
Lihatlah pasal diskriminatif pengupahan yang mengatur upah buruh usaha mikro dan kecil (hanya diatur tidak boleh lebih rendah dari garis kemiskinan) dan buruh sektor padat karya boleh lebih rendah dibandingkan UMP normatif buruh-buruh umumnya---baca artikel "Omnibus Law, Upah Buruh Usaha Kecil Cuma Separuh UMP?"
Upah buruh Usaha Mikro dan Kecil tidak boleh lebih rendah dari garis kemiskinan. Di DKI Jakarta, garis kemiskinan per Maret 2019 adalah Rp 637.260,- per kapita. Artinya RUU Cilaka membolehkan upah buruh Rp 680.000,-. Kalau dibagi 30 hari, sama hanya sekitar Rp 22.000,-, cuma sekitar 1,5 dollar per hari. Apa bedanya dengan kondisi 2002 yang membuat Dita Indah Sari menolak Reebok Human Rights Award?
Dengan politik insentif penumbalan buruh seperti ini, andai saya seorang kapitalis serabutan—jenis baru kapitalis Indonesia yang kini ramai seliweran di pusaran politik--, daripada mendirikan sebuah perusahaan tunggal dengan pabrik besar pakaian jadi—dan karennya harus membayar buruh pada level UMP—lebih baik saya memecah tiap-tiap divisi pekerjaan ke dalam perusahaan-perusahaan terpisah berstatus usaha mikro atau kecil.
Akan ada satu perusahaan yang khusus bikin kancing; satu yang khusus jahit kerah dan lengan; satu yang khusus menyatukan semua bagian-bagian; satu yang jadi agency buruh outsourcing; dan satu yang menyewakan mesin-mesin alias studio kerja atau workshop. Semuanya satu induk saja tetapi dengan membelahnya, saya boleh membayar buruh dengan upah yang hanya sedikit lebih tinggi dari garis kemiskinan. Saya bisa hemat  beban upah buruh hingga hanya 1/8 dari yang seharusnya.
Soal kapitalis serabutan, kapitalis belalang, baca di "RUU Cipta Kerja Pro-Kapitalis Serabutan, Bukan Industrialis"
Belum pernah ada serangan legislasi yang sedemikian tajam terhadap kesejahteraan buruh, memukul mundur relasi industrial hingga ke kondisi 20an tahun lampau. Jadi mohon maaf jika sejumlah serikat buruh yang menyadari kondisi ini berjuang habis-habisan di jalan-jalan; di gedung parlemen, di halaman istanan, di tol-tol; bahkan mungkin di pelabuhan-pelabuhan.
***
Kunjungi Koleksi artikel UU Cipta Kerja dan PerBURUHan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H