Perlu dimaklumi dulu, pembahasan RUU Cilaka dalam artikel-artikel lalu, dan beberapa lagi ke depan, terbatas pada ketentuan-ketentuan perburuhan. Sebagai sebuah omnibus law, sebuah hukum babon, tidak adil menghakimi keseluruhan RUU ini---1028 halaman banyaknya--dari penilaian terhadap cacat celanya di satu klaster regulasi.
Pengalaman Subjektif Berkenalan dengan Industrialis
Saya punya kenalan, seorang kapitalis, sungguh-sungguh kapitalis, atau tepatnya seorang industrialis. Pak SA inisialnya.
Ia punya 4 pabrik, satu di Lampung, satu di Medan, dan 2 di Jakarta (sepertinya yang 1 lebih pas masuk Tangerang sebab dekat Bandara), dan kini 1 lagi di Kupang. Memang bukan pabrik yang besar-besar sebab hanya memproduksi aneka kontainer plastik hingga toren air.
"Para pemilik toko bangunan di Kupang ini, Pak, nggak susah duit kalau mau bikin pabrik toren seperti punya kita. Nggak besar biayanya," katanya ketika saya temani survei pasar toren.
Saya berkenalan dengan Pak SA ketika bekerja untuk proyek berpendekatan Making Market Work for the Poor (M4P). Kami harus libatkan pengusaha ke dalam model bisnis yang berdampak meningkatkan pendapatan petani. Lembaga tempat saya bekerja untuk proyek ini memenangkan bidding untuk subsektor pascapanen jagung.
Tugas kami adalah mendorong perusahaan plastik sebagai primary service provider menciptakan wadah plastik kedap udara untuk penyimpanan jagung skala rumah tangga. Kami menamakannya Portable Silo.
Barang ini dibutuhkan untuk menekan tingkat kerusakan jagung oleh Sitophilus zeamais di Timor yang mencapai lebih dari 20% untuk jagung komposit introdusir--yang disalahsangkai sebagai jagung lokal sebab sudah puluhan tahun dikembangbiakkan--dan minimal 50% untuk benih-benih introdusir baru.
Dari sekian perusahaan produsen kontainer plastik yang kami jumpai, cuma 2 yang akhirnya lolos hingga tahap peninjauan pabrik. Satu di Surabaya, sebuah pabrik modern dan besar; dan satu lagi milik Pak SA di Jakarta.Â
Pak SA terpilih sebagai mitra karena ia lah yang paling antusias, bersedia invest molding bagi Portable Silo (satu molding baru biayanya 400-an juta); melakukan travelling ke seluruh daratan Timor Barat, situs proyek kami; membiayai peningkatan kapasitas petani berupa pelatihan teknik pascapanen yang proper; serta mengangkat staf lokal sebagai representasi perusahaan.