Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Momentum Februari yang Lebih Penting Dikenang Pers Ketimbang Hari Lahir PWI

12 Februari 2020   04:36 Diperbarui: 12 Februari 2020   10:42 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisah Lebih lengkap tentang Pemberontakan Kapal Tujuh bisa dibaca di artikel Berdikari Online. Sementara sosok Martin Paradja, pelaut NTT yang turut memimpin pemberontakan itu pernah "hidupkan kembali" sejahrawan Pieter Rohi dalam film "Ketika Bung di Ende."


Belanda yang ketakutan jika kabar pemberontakan di Seven Provincien menyebar dan menginspirasi perjuangan kemerdekaan pun pemogokan buruh yang lebih luas berupaya merahasiakan kabar tersebut, termasuk melarang media massa memberitakannya.

Pascapemberontakan Seven Provincien, pemerintah menjadi lebih otoriter dan anti-demokrasi. Serikat-serikat diawasi ketat; rapat-rapat umum dilarang; bahkan sejumlah tokoh pergerakan diasingkan, Soekarno ke Ende, lalu menyusul Hatta, Sjahrir, Tjipto Mangunkusumo, Iwa Kusumasumantri, dan sejumlah yang lainnya ke Boven Digul.

Dikaitkan dengan hari pers, sikap Soeara Oemoem yang memilih tetap memberitakan peristiwa Pemberontakan Seven Provincien meski menghadapi risiko pembreidelan dan pemenjaraan menunjukkan peran penting pers Indonesia sebagai media massa yang berpihak kepada kecemasan, harapan, dan kepentingan rakyat umum. Penjara tidak menggentarkan mereka; pengistimewaan oleh kekuasaan tidak menggoda mereka. Pendirian itu turutt berkontribusi besar terhadap kemerdekaan Indonesia.

"Bang? Waaroom moet ik bang zijn? Ik strijd voor een goede zaak ?" ( Takut? Mengapa saya harus takut? Saya berjuang untuk sesuatu yang baik), jawab Tjindarbumi ketika ditanya opsir Belanda soal penangkapannya (radarlamsel.com).

Nah, apakah pers Indonesia saat ini masih konsisten dengan karakter yang demikian itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun