Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Patung-Patung di Kota Para Pahlawan Dicampakkan

26 Agustus 2019   17:50 Diperbarui: 25 Juni 2021   08:56 1720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baca juga: Patung Dirgantara atau Patung Pancoran, Hasil Utang Pemerintah kepada Edhi Sunarso yang Belum Terbayar

Beruntunglah, tokoh senior pergerakan kebangsaan saat itu, IH Doko menjemput Ketua Dewan Raja-Raja Timor, Hendrik Koroh agar berunding dengan Max Rihi dan para pemuda pejuang. Perundingan itu berhasil mencapai kesepakatan jalan tengah yang bersifat sementara. Bagian dari kesepakatan itu adalah didirikan Tugu Four Freedoms di jalan masuk ke benteng Konkordia, yang bertuliskan 4 kebebasan (four freedoms) yang harus dihormati tentara sekutu, yaitu--sebagaimana tertulis-- freedom from fear (bebas dari rasa takut), freedom from want  (bebas dari kekurangan), freedom of worship (bebas beribadat), freedom of speech (bebas berbicara).

Keempat kebebasan tersebut merupakan unsur-unsur penting Hak Asasi Manusia sipil-politik yang dideklarikan Perserikatan Bangsa-Bangsa tiga tahun kemudian, 10 Desember 1948.


Menurut Opa Peter Rohi, dahulu hal pertama yang Presiden Soekarno lakukan saat berkunjung ke Kupang adalah mendatangi Tugu Four Freedom dan meletakkan karangan bunga di sana.

Presiden Soekarno paham, tugu itu bukan cuma bermakna penduduk Kota Kupang mendeklarasikan hak asasi manusia tiga tahun mendahului PBB. Tugu itu mengingatkan peran penting para pemuda pejuang kemerdekaan saat itu. Andai Max Rihi dan kawan-kawannya yang bertempur di Surabaya tidak segera kembali untuk mencegah Kupang jatuh ke tangan tentara Belanda dan Australia, mungkin saja saat ini NTT atau setidaknya Timor Barat, bukan bagian dari NKRI.

Baru pada 1949, untuk menghormati Bung Karno dan pidato-pidatonya, Max Rihi yang saat itu  Kepala Pekerjaan Umum Daerah Timor, Alor, Rote, Sabu dan Kisar menambahkan lima lingkaran pada tugu. Pada masing-masing lingkaran bertuliskan sila Pancasila.

Pemerintah pusat telah menjadikan Tugu HAM sebagai cagar budaya. Tetapi Pemkot Kupang sepertinya tak peduli. Jika bukan karena Lurah LLBK, Tugu HAM tak pernah direnovasi.

"Faktanya setiap HUT RI 17 Agustus tidak pernah ada pejabat daerah yang melakukan upacara penghormatan atau meletakkan karangan bunga di tugu itu. Untuk merenovasi saja kami gunakan dana sendiri," ujar Mambo Rihi, Lurah LLBK (Liputan6.com, 27/10/2016).

#Para Pahlawan yang Dilupakan

Rakyat NTT patut bersyukur masih memiliki sejahrawan Peter Rohi yang tak pernah lelah mengingatkan jasa para pahlawan kemerdekaan dari NTT. Opa Peter--demikian kami memanggilnya--sudah sangat sering mengingatkan Pemprov NTT dan Pemkot Kupang untuk mendokumentasikan dan mensosialisasikan peran orang-orang NTT dalam perjuangan kemerdekaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun