Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mahasiswa Papua dan Polwan Bandung, Miras dan Stereotip Rasial

23 Agustus 2019   02:34 Diperbarui: 23 Agustus 2019   03:29 1961
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mahasiswa Papua memeriksa puluhan botol miras yang diberikan polisi Bandung [Bandungkita.com]

Akhir Mei lalu, dalam kata sambutan acara pemusnahan 39 ribu botol minol hasil rasia Porestabes Bandung, Wakil Wali Kota Yana Mulyana berkata, "Perda kita lebih mengatur lebih ketat peredaran minuman beralkohol ini karena minuman ini bisa jadi pemicu kelompok masyarakat melakukan tindakan kejahatan." (Kumparan.com, 31/5/2019).

Saya tidak menuduh minuman yang diserahkan ke para mahasiswa Papua itu bagian yang kececer dari jumlah yang terlaporkan dimusnahkan, lho. Saya hanya merasa lucu, minuman yang bagi Wakil Wali Kota Yana Mulyana "pemicu tindakan kejahatan", bagi "oknum" polisi Bandung "cuma minuman segar saja" dan "minuman malam yang jangan bilang siapa-siapa."

#Bias Stereotip Rasial

Yang menyesakkan dada adalah seperti kata korlap aksi, "Ini sebuah penghinaan ... stigma rasis. Dia pikir mahasiswa Papua pemabuk."

Tindakan ’oknum’ polisi Bandung memberi puluhan botol miras kepada mahasiswa Papua sangat patut diduga mengandung bias stereotip rasial atau rasisme.

Stereotip adalah konstruksi kognisi yang mengandung pengetahuan atau kepercayaan tentang grup masyarakat yang berbasis prasangka (umumnya negatif) yang tidak benar tetapi diterima begitu saja sebagai kebenaran. Ketika stereotip dilekatkan pada ras, ia menjadi rasisme.

Sudah jamak masyarakat Indonesia menyimpan stereotip rasis dalam kepala mereka tentang orang Papua. Salah satunya pemuda Papua pemabuk.

Gara-gara prasangka itu, mahasiswa Papua di sejumlah kota tempat studi mendapat perlakuan diskriminatif, bahkan sering pula persekusi.

Dua tahun lalu Anggi Kusumadewi menulis laporan menarik di CNN Indonesia (10/8/2016). Ia kisahkan kesaksian Roy, pengurus Biro Politik Aliansi Mahasiswa Papua tentang kesulitan teman-teman sepulau asalnya mendapatkan kos-kosan. Mereka ditolak meski masih ada kamar kosong. Para pemuda Papua tahu, alasan mereka ditolak adalah stereotip yang menyebar di masyarakat bahwa pemuda Papua biasa mabuk dan bikin onar.

Roy bercerita jika sebenarnya anak-anak Papua tidak terbiasa minum saat masih di kampung halaman. Tiba di Yogya, lingkungan pergaulan membuat mereka ikut-ikutan menegak miras. Karena tak terbiasa, mereka mudah mabuk.

BBC (14/7/2016) juga pernah menurunkan artikel serupa, berisi kisah Benediktus Fatubun dan Ruben Frasa, mahasiswa Papua di Yogyakarta yang selama setahun tak kunjung mendapat kos.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun