Semalam tadi saya senyam-senyum membaca berita yang dibagikan di grup WA para bekas aktivis Jawa Barat. Ibu Christy, polwan di Bandung memberikan puluhan botol minuman beralkohol ke asrama mahasiwa Papua di saat anak-anak muda itu sedang menggelar unjuk rasa di depan gedung sate.
Dikisahkan BandungKita.id, Kamis (22/8/2019), kurang lebih pukul 13, mahasiswa Papua di Bandung menggelar unjuk rasa mengutuk tindakan aparat terhadap mahasiwa Papua di Malang dan Surabaya. Sebagian besar penghuni asrama mahasiswa Papua di Jalan Cilaki ikut unjuk rasa itu, kecuali Miles, salah seorang penghuni dan mungkin beberapa orang lain.
Sekitar pukul 13.22 WIB, asrama Papua kedatangan tamu. Ibu Christy yang berseragam polisi ditemani rekannya. Miles yang menerima mereka terkejut karena Ibu Christy menyerahkan dua kardus yang setelah dibuka isinya puluhan botol minuman berkadal alkohol 19 persen. Tambah 1 persen lagi masuk golongan minol tipe C.
"Ini minuman buat malam. Jangan bilang siapa siapa," pesan Polwan Christy kepada Miles. Mungkin karena cemas ada kenapa-kenapa di balik kemurahan hati 'minuman buat malam' itu, Miles segera membawanya ke gedung sate, tempat unjuk rasa sedang berlangsung.
"Ini sebuah penghinaan (terhadap) mahasiswa Papua. Bahwa ini merupakan stigma rasis. Dia pikir mahasiswa Papua pemabuk," seru Weak Kosay, korlap aksi saat dilaporkan tentang kehadiran puluhan botol miras pemberian ’oknum’ polisi. Sebenarnya kita tak tahu, ini oknum--Bu Christy bertindak atas inisiatif sendiri—atau memang kebijakan institusi.
Rupanya Bu Christy juga sudah berada di lokasi unjuk rasa, dan buru-buru menghampiri para mahasiswa yang menolak pemberiannya.
"Sore ini Ibu mau klarifikasi. Minuman ini hanya minuman segar saja yang ingin saya kasih. Ibu minta maaf. Terima kasih kalau begitu saya meminta maaf kalau adek-adek tidak menerima pemberian ini," kata Bu Christy di hadapan puluhan massa aksi.
Kejadian ini mengundang senyum sekaligus bikin dada sesak.
Ia mengundang senyum karena ironis. Perda Kota Bandung no 11/2010 mengatur penjualan minol hanya "diperbolehkan untuk mereka dan yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun yang dibuktikan dengan Kartu Identitas atau Kartu Tanda Penduduk (KTP)." Meskipun yang diatur usia pembeli, Â saya kira kita sepakat maknanya adalah orang berusia di bawah 21 tahun sebaiknya tidak mengonsumsi minol.
Tetapi ’oknum’ polisi Bandung membagikan puluhan botol minol nyaris golongan C kepada para mahasiswa. Termasuk dalam usia mahasiswa adalah 18 tahun. Berarti ada kemungkinan minol yang dibagikan ’oknum’ polisi ini dikonsumsi pula oleh pemuda berusia 18, 19, dan 20 tahun.