Sepertinya semua media massa sepakat, diksi, gestur, dan ekspresi wajah Presiden Joko Widodo saat mengunjungi kantor pusat PLN tegas menunjukkan kegeraman. Dalam banyak kesempatan Presiden Joko Widodo sudah pernah diberitakan marah. Tetapi belum pernah saya lihat kadar kemarahan yang sedalam kali ini, yang semua indikator marah tampak jelas. Ketiadaan intonasi tinggi atau suara menggelegar justru menunjukkan upaya susah payah menahan amarah agar tak lepas kendali.
Mengapa Presiden sedemikian marahnya? Apakah karena tak tega penduduk ibu kota bergelap ria? Apakah karena tak mau mendengar ceriwis comel warganet? Apakah karena takut kehilangan kecintaan rakyat karena dianggap gagal menjamin ketersediaan listrik?
Saya yakin bukan semua itu. Yang paling mencemaskan Presiden adalah kekhawatiran para investor mengerem niat berinvestasi di Indonesia karena takut merugi oleh ketiadaan keamanan pasokan listrik.
Saya kira semua investor sektor riil menempatkan ketersediaan listrik sebagai faktor penentu pertimbangan berinvestasi. Saya punya pengalaman empirik dengan itu.
Suatu ketika, pemilik pabrik wadah plastik di Jakarta, mitra program kerja saya dalam membuat wadah penyimpanan Jagung kedap udara skala rumah tangga (kami menamainya silo jinjing) untuk petani di Timor punya niat membangun pabrik toren air di Kupang.
Gagasan itu muncul ketika ia melihat banyak rumah tangga memiliki toren air dan mendapat informasi daratan Timor kesulitan air bersih.
Berbekal informasi seadanya tentang harga toren air di Kota Kupang, ia membicarakan rencana bikin pabrik di Kupang. Sebelumnya ia sudah punya 3 pabrik, 2 di Jakarta yang memproduksi aneka wadah plastik, dan 1 di Lampung yang khusus memproduksi toren.
Ia masih harus mengadakan riset pasar untuk memetakan produk pesaing, plus mencari lokasi pabrik yang murah (dari sisi harga sewa dan bea logistik).
Tetapi informasi kunci yang ia butuhkan---sebelum melakukan riset pasar dan biaya yang lebih detil---adalah ketersediaan pasokan listrik. Tanpa ada kepastian pasokan listrik, rencana bangun pabrik harus segera dikubur.
Untungnya, PLN di Kupang memang menyambut baik pabrik sebagai konsumen listrik kakap.
Inilah sebabnya dalam pengembangan kawasan industri, Kementerian Perindustrian menuntut pengembang kawasan mampu membangun pembangkit listrik sendiri.
Itu pula sebabnya banyak kawasan industri yang menjual listrik dengan harga relatif tinggi tidak diminati pabrik-pabrik. Listrik adalah kunci.
Maka kemarahan Joko Widodo dimaklumi. Rezim investasi adalah nama tepat untuk diberikan kepada masa kedua pemerintahan Jokowi. Ia rela melakukan apapun demi investasi.
Bahkan--jika mendengar pidato Jokowi dalam Pembukaan Kongres PDIP---Jokowi berani berseberangan dengan PDIP (jika narasi Trisakti bukan cuma omong kosong manis demi citra Soekarnois) dengan mengubah regulasi ketenagakerjaan agar lebih ramah bagi investasi (tak ramah bagi buruh).
Lalu, PLN mau cari gara-gara dengan lambanya respon terhadap problem gangguan jaringan listrik?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H