Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

2 Jempol untuk Anies Baswedan atas Solusi Problem Listrik DKI Jakarta

8 Agustus 2019   10:06 Diperbarui: 8 Agustus 2019   20:01 2778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Tribunnews | HERUDIN

Tetapi setelah dihitung-hitung, karena saat itu harga solar panel dan baterai masih sangat mahal, jadinya beban biaya cicilan pengadaan dan instalasi sistem pembangkit tenaga surya itu masih beberapa kali lipat lebih mahal dibandingkan harga listrik PLN.

Nah, saat ini harga solar panel dan baterai sudah lumayan turun jauh, konon sudah 30 persen harganya melorot. Meski begitu, karena usia ekonomis solar panel dan baterai terbatas, harga listrik tenaga surya skala rumahan masih jatuh lebih tinggi juga dibandingkan harga listrik PLN.

Untuk pelanggan listrik PLN 900 VA misalnya. Rata-rata pemakaian listrik sebesar 124 kWh per bulan. Tarif listrik non-subsidi per Mei 2017 sebesar Rp 1.352. (Peraturan Menteri ESDM Nomor 28/2016). Maka per bulan rata-rata rumah tangga pelanggan listrik 900 VA sebenarnya membelanjakan Rp 173.056 (dalam hitungan nonsubsidi, saat ini masih subsidi).

Jika menggunakan tenaga matahari, penggunaan listrik 124 kWh per bulan butuh solar panel berkapasitas Rp 600 WP. Saya lihat di marketplace daring, yang 300 WP sekarang harganya sekitar Rp 2,6 juta. Jadi asumsikan yang 600 WP Rp 5 juta. Garansi resmi usia ekonomis solar panel 10 tahun. 

Katakanlah konsumen bisa merawat dengan baik sehingga usianya mencapai 20 tahun. Maka beban biaya solar panel per bulan sekitar Rp 20.800.

Yang paling bikin mahal adalah baterainya. Untuk konsumsi listrik 600 WP, kita perkirakan biaya baterai sekitar Rp 5 juta. Jika dirawat baik, kita asumsikan baterai bertahan 2 tahun, maka biaya baterai per bulan Rp 208 ribu. Total biaya (depresiasi) solar panel dan baterai---alat lain dikosongkan saja---sekitar Rp 230.000 per bulan. Masih lebih mahal Rp 60an ribu lebih dibandingkan harga listrik PLN (non-subsidi).

Memang, beban biaya ini bisa berkurang dengan tambahan penghasilan dari penjualan surplus listrik ke grid PLN. Tetapi kan kita hitungnya sudah mempas-paskan rata-rata konsumsi dengan kapasitas terpasang. Jika pun ada surplus, toh tak seberapa besar.

Nah mengingat biaya produksi listrik tenaga matahari skala rumah tangga masih lebih mahal dibandingkan harga listrik PLN, pemerintah perlu memberikan tambahan subsidi kepada rumah tangga yang bersedia memasang solar rooftop.

Jalan lain adalah dengan memangkas habis tarif impor baterai dan solar panel atau lebih keren lagi---lebih Pancasilais dan berwawasan Trisakti Bung Karno--mendorong industri baterari dan solar panel dalam negeri. Dengan begitu, harga solar panel dan baterai bisa ditekan.

Tentu saja yang tak boleh ketinggalan adalah program kredit jangka panjang (10-20 tahun) tanpa bunga untuk instalasi solar panel.

Yang jelas, rakyat konsumen itu sudah susah dikotbahi tentang common value seperti kepentingan menciptakan lingkungan yang sehat---mencegah polusi oleh pembangkit listrik tradisional dan pengrusakan lingkungan oleh penambangan batu bara--. Rakyat perlu didekati dengan pendekatan rational choice yang individual sifatnya. Gue bisa save berapa di dompet dari beralih ke solar panel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun