Menempatkan penyuluh dengan demplotnya di tiap desa bukanlah hal sulit. Bukan pula barang baru. Pada 2017 lalu, ketika melakukan survei pasar Jagung di Kabupaten Sikka dan Flores Timur, saya menemukan jika di Kabupaten Sikka sudah ada para penyuluh swadaya di desa-desa.
Desa-desa yang sukses mengembangkan pertanian adalah yang memiliki penyuluh swadaya handal. Salah satu desa sentra produksi jagung misalnya, penyuluh swadayanya adalah mantan kepala desa yang sekaligus petani inovatif dan berdedikasi. Saya terkejut ketika di akhir wawancara---yang ditemani secangkir teh rosela produksi sendiri---ia menghadiahkan saya sebotol kapsul obat tifus dari bahan cacing tanah yang ia dan kelompoknya produksi. Ia memberikannya setelah saya singgung pentingnya budidaya cacing tanah bagi petani. Olalala, si Bapak tani ini rupanya sudah melaju lebih jauh.
Sayangnya saya tidak menemukan keberadaan penyuluh swadaya di kabupaten lain. Kabarnya selain di Sikka, kabupaten yang juga telah menerapkan program penyuluh swadaya adalah Ende. Selebihnya kosong. Padahal keberadaan penyuluh swadaya ini sudah diatur sejak 2006 silam dalam UU Nomor 16/2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. UU itu diikuti terbitnya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/11/2008 tentang Pedoman Pembinaan Penyuluh Pertanian Swadaya dan Penyuluh Pertanian Swasta.
Dalam UU 16/2006 disebutkan, penyuluh swadaya adalah pelaku utama yang berhasil dalam usahanya dan warga masyarakat lainnya yang dengan kesadarannya sendiri mau dan mampu menjadi penyuluh.
Saya senang mendengar kabar bahwa semenjak 2016 lalu Presiden Jokowi dan Kementerian Pertanian mulai memacu lagi pengadaan penyuluh dan program penyuluhan, termasuk Kelembagaan Pelatihan Pertanian Swadaya. Menteri Pertanian Amran Sulaiman menerbitkan Peraturan nomor 33/2016 tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Pelatihan Pertanian Swadaya.
Isi Permentan 33/2016 ini sudah lumayan keren. Misalnya di sana disebutkan ciri Kelembagaan Pelatihan Pertanian Swadaya adalah
- Memiliki keunggulan dalam melakukan Usaha Tani perdesaan dan kesukarelaan berbagi pengetahuan, teknologi dan keterampilan kepada Pelaku Utama dan/atau Pelaku Usaha lain;
- Mempunyai lahan Usaha Tani dan/atau kegiatan agribisnis perdesaan yang layak dipelajari, dicontoh, ditiru;
- Melayani masyarakat untuk kegiatan berlatih, magang, berkonsultasi dan/atau kunjungan/studi banding;
- Berada di lingkungan Usaha Tani atau perdesaan yang mendukung proses belajar mengajar untuk peserta;
- Memiliki instruktur/pelatih, fasilitator lainnya yang professional.
Kini tinggal bagaimana sunguh-sungguh menerapkan peraturan dan kebijakan yang ada. Untuk itu perlu peran aktif pemerintahan daerah dan organisasi-organisasi swadaya masyarakat.
Masih banyak hal sebenarnya yang hendak saya ulas dan usulkan terkait pembangunan sektor pertanian. Tetapi agar tidak membosankan pembaca, lebih baik kita bahas di artikel berikutnya.
Tabik. Salam Indonesia berkemajuan.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI