Tim Relawan sudah pernah melaporkan kasus ini kepada PBB dan minta dukungan komunitas internasional untuk membantu pembongkaran kasus. Pelapor khusus kekerasan perempuan PBB, Radhika Coomarswary  sudah pernah membuat laporan ke Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa Swiss, dan melakukan investigasi ke Indonesia pada November 1998.
Salah seorang korban--yang mengalami pemerkosaan 9 jam dalam taksi--didampingi Sandyawan dan Karlina Supeli pernah menyampaikan testimoni di depan komunitas internasional di Jenewa Swiss, juga di hadapan Kongres AS.
Namun bukan saja kasus kejahatan kemanusiaan itu tak terungkap, para korban, saksi, dan pekerja kemanusiaan juga terus mengalami teror bertahun-tahun lamanya sehingga sebagian harus bersembunyi di luar negeri.
Anggota tim relawan, Ita Martadinata (18 tahun) pada Oktober 1998 diperkosa dan dibunuh seminggu sebelum menyampaikan kesaksian di PBB.
Dua hari setelah Ita Martadinata dibunuh, kantor Kalyanamitra dibobol, komputernya dirusak dan hard disk dicuri. Untunglah data-data korban telah diselamatkan, disembunyikan.
Ita Nadia berulang kali diteror, diancam anaknya akan diculik. Â Seorang tak dikenal pernah mendatangi sekolah anaknya, hendak menjemput. Beruntunglah kepala sekolah tegas tidak membolehkan. Ita Nadia akhirnya mengungsikan anak-anaknya ke Yogya.
Anggota tim relawan, dr. Lie Dharmawan kerab mendapat telepon ancaman sehingga akhirnya memutuskan mengungsi ke Jerman selama setahun. Sandyawan diteror dengan granat yang diletakkan di teras kantornya.
Banyak pihak berharap, pecahnya polemik antara Wiranto dan Kivlan Zen bisa jadi momentum bagi upaya pengungkapan kembali kasus ini.
Namun tampaknya harapan itu akan kembali sia-sia. Polemik ini sekadar bunga-bunga jurus dalam duel pilpres 2019 antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
Kivlan Zen mengangkat kasus ini sebagai jalan menepis tudingan masyarakat terhadap Prabowo dan dirinya sebagai perwira tentara di balik kerusuhan itu.
Tudingan Kivlan kepada Wiranto tidak didasarkan data-data yang kuat, sekadar menghubung-hubungkan peristiwa. Menurut Kivlan, saat kejadian itu, Wiranto malah tidak berada di Jakarta dan menolak pengerahan pasukan TNI dari luar Jakarta untuk masuk membantu.