Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Perusakan APK Nasdem di Cianjur, Pelajaran Apa yang Patut Dipetik Parpol?

18 Desember 2018   12:52 Diperbarui: 18 Desember 2018   19:15 797
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sejarah, di Indonesia pernah terjadi revolusi sosial, bukan sekadar revolusi demokratik seperti Agustus 1945 dan 1998. Revolusi sosial ini terjadi di Karesidenan Pekalongan, awal Oktober hingga Desember 1945. Ia terkenal sebagai Peristiwa  Tiga Daerah sebab terjadi di 3 kabupaten, yaitu Brebes, Pemalang, dan Tegal.

Akar pemicunya adalah ketidaksabaran rakyat melihat masih berkuasanya para pejabat lokal, dari lurah hingga bupati yang mereka tahu merupakan koruptor dan antek Belanda. Rakyat begitu berharap proklamasi kemerdekaan Agustus 1945 bisa segera mengakhiri pula kekuasaan para koruptor di daerahnya.

Rupanya 2 bulan menunggu, pemerintahan lokal warisan penjajah yang korup dan jadi lintah bagi bangsa sendiri masih berkuasa. Para pejabat daerah itu bahkan ragu-ragu menerima kabar proklamasi dan pemerintahan Indonesia merdeka.

Rakyat yang ingin segera melihat wujud Indonesia baru dalam hidup mereka akhirnya marah dan ambil langkah sendiri. Dimulai pada 8 Oktober 1945, seorang kepala desa di Slawi, Tengal Selatan ditangkap dan diarak beramai-ramai untuk dipermalukan di depan publik.

Ekspresi kemarahan rakyat kemudian meluas. Banyak kepala desa korup di Karesidenan Pekalongan jadi pesakitan tindakan massa; lalu merambat ke wedana dan camat, dibunuh dalam pengadilan rakyat.

Kita tentu tidak berharap peristiwa ini terulang. Kita menghendaki rakyat taat hukum. Namun perilaku taat hukum tidak bisa hanya sepihak. Rakyat bisa saja--seperti dalam sejarah--kembali terprovokasi untuk menegakkan hukum sendiri jika perilaku korup para pejabat pemerintahan terus memancing kemarahan mereka.

Karena itu kini saatnya parpol-parpol berbenah. Perusakan alat peraga kampanye di Cianjur tidak boleh dipandang sepele. Ia harus ditempatkan sebagai alarm, sebagai sinyal bahaya kemarahan itu.

Sudah saatnya parpol berpikir matang saat mengusung kandidat kepala daerah. Mereka harus berani kalah dalam pilkada daripada memenangkan kandidat korup. Para pemimpin parpol harus berhenti jadi pedagang stempel di momentum pilkada. Jika tak berubah, mungkin kelak bukan lagi baliho pemimpin parpol yang dirusaki rakyat.

Jangan bermain-main dengan potensi kemarahan rakyat dan penghakiman massa.

***

Sumber: Detik.com (17/12/2018) "Atribut NasDem Dirusak Usai Warga Rayakan OTT Bupati Cianjur."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun