Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menerobos Bank Swiss, Jokowi Siap Digebuk Borjuasi Lama

16 Desember 2018   07:20 Diperbarui: 16 Desember 2018   08:20 1333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang pemuda yang kerab tampak dalam unjukrasa menulis pada dinding facebooknya, "Jokowi antek-neolib, pelindung koruptor." Beberapa menit sebelumnya, ia mengunggah poster bernada dukungan kepada Prabowo. Saya menoleh, anjing saya yang baru berusia 2 bulan muntah-muntah. Saya pikir sudah tibalah zaman edan itu, ketika segalanya jadi terbolak-balik.

Sejatinya the rulling class itu bukan satu kesatuan solid. Sebagaimana rakyat, mereka pun terpecah-pecah ke dalam kepentingan kelompok dan individual.

Orang mungkin berargumen, meski bertentangan kepentingan subjektif, ideologi telah menyatukan the rulling class, dalam konteks kini adalah borjuasi, kapitalis, menjadikan mereka satu kesatuan ketika menghadapi rakyat. 

Dogmanya begitu, namun yang namanya ideologi alias kesadaran kelas itu bukan algoritma, dan manusia bukan mesin yang berpikir dan bertindak berdasarkan cetak biru yang seragam. Fragmentasi dan pertentangan tidak terhindarkan terjadi di antara mereka yang secara kasar dan generalis digolongkan ke dalam kelas sosial yang sama.

Karena itu lah ada yang disebut borjuasi nasional, ada yang disebut komprador. Karena itulah di Amerika Serikat sana ada Hillary Clinton yang bukan omong kosong pertentangannya dengan Donald Trump meski keduanya sama-sama perwakilan borjuasi.

Ada pula salah kaprah dari kaun instrumentalis garis keras, yang melihat negara semata-mata instrumen pemaksa kepentingan kelas dominan, the rulling class, borjuasi, kapitalis. Konsekuensinya siapapun yang memerintah, akan dipandang sebagai operator kepentingan kelas dominan.

Dengan cara pandang kolot seperti itu orang lupa untuk mempertimbangkan bahwa Joko Widodo, meski mengepalai pemerintahan dari negara yang berdiri di atas masyarakat kapitalis, belum tentu senantiasa bertindak atas nama  kepentingan kaum kapitalis.

Orang lupa bahwa negara dan pemerintah sebagai operatornya sewaktu-waktu memiliki otonomi relatif yang membuatnya bertindak bertentangan dengan kepentingan kelas dominan.

Orang abai kepada kemungkinan Joko Widodo mewakili faksi borjuasi yang lebih progresif, yang kurang reaksionernya dibandingkan faksi yang selama 4 tahun ini sedang tersingkir ke pinggiran dan mencari celah untuk merebut kembali kekuasaannya.

Banyak yang masih belum paham bahwa sejatinya kekuasan negara (power of the state) itu adalah relasi sosial. Ia medan pertarungan antara kelas, kelompok sosial, identitas, atau bahkan sekedar aktor-aktor yang merepresentasikan kepentingan individual. Ia tempat berbagai macam agency dengan latar belakang sosial, motif, dan kepentingannya beradu strategi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun