Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menerobos Bank Swiss, Jokowi Siap Digebuk Borjuasi Lama

16 Desember 2018   07:20 Diperbarui: 16 Desember 2018   08:20 1333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun kebijakan, sebagai wujud konkrit power of the state itu, bukan semata-mata dihasilkan oleh pertarungan aktor-aktor yang memiliki wewenang exercising power, melainkan dibatasi pula oleh struktur yang meliputi hal objektif seperti kondisi ekonomi sebagai basic structure, imbangan kekuatan antar kelas, kelompok sosial, dan organisasi politik; hingga yang subjektif seperti beragam regulasi yang mengatur hubungan dan wewenang aktor-aktor.

Maka demikianlah dalam negara moderen, arah kebijakan tidak ditentukan semata-mata oleh seorang presiden, sebab bahkan seorang lurah pun memiliki wewenang tertentu exercising power yang mungkin bertentangan dengan presiden. 

Pertentangan kebijakan antara pejabat dan antara lembaga negara atau bagian-bagian dalam pemerintahan adalah wujud konkrit kebenaran cara pandang ini. Sering pula sebuah kebijakan harus dibatalkan karena kondisi objektif (hambatan struktural) membatasinya.

Empat tahun lalu, banyak kaum melek filsafat kekuasaan berpihak kepada Joko Widodo sebab sadar penuh bahwa dengan mendukung Joko Widodo, ada peluang untuk memutus mata rantai kekuatan lama, faksi borjuasi yang telah berjuasa sejak 1967 dan terus bercokol dalam kekuasaan meski reformasi 1998 memotong kepalanya.

Namun oleh ketidaksabaran, oleh kegagalan memahami teori kekuasaan yang benar, oleh dogma instrumentalis dan sikap determinis strukturalis; oleh kegagalan mendamaikan dua pendekatan sekeping dua sisi mata uang ini; banyak pula di antara para pendukung kritis Jokowi 4 tahun lalu beralih menjadi pengkritik nomor wahid.

Bahkan ada pula yang seperti keledai jatuh ke lubang yang sama, mengulangi kesalahan 50an tahun lampau, generasi yang memilih berpelukkan dengan cikal-bakal ketidaktatoran sebab tak sungguh paham ekonomi politik, sebab terlampau cengeng oleh kondisi kemunduran ekonomi yang sejenak.

Maka alih-alih mengawal dan membentengi Joko Widodo dari infiltrasi pun serangan kekuatan lama, orang-orang ini bahkan turut dalam konsolidasi kekuatan reaksioner itu: sisa-sisa orde baru dan para pedagang kebencian identitas.

Calaka lah orang-orang sesat pikir yang silau oleh retorika omong kosong dari elit golongan 50 orang terkaya namun berteriak tentang 1 persen penduduk menguasai mayoritas kekuasaan negeri; dari elit yang usaha pertambangan dan konsesi hutannya mencapai 3 juta hektar namun berteriak tentang keadilan penguasaan sumber daya agraria; dari elit yang usahanya hedgefund namun berteriak melawan liberalisasi ekonomi; dari elit yang usahanya menguasai perdagangan air bersih namun berceloteh tentang ekonomi pasal 33; dari elit yang mengeluhkan demokrasi mahal namun menyogok parpol-parpol demi dapat tiket jadi capres; dari elit yang berteriak tentang persatuan nasional namun dukungan utamanya datang dari penyebar kebencian agama dan etnis. Shame of you!

Kini Joko Widdodo akan masuk dalam pertarungan lebih keras dengan kekuatan lama, mungkin yang penghabisan. Sebentar lagi dapur kekuatan lama itu, rekening mereka di Swiss, Hongkong, dan semoga kelak juga Singapura bukan lagi ruang gelap tak terjamah. Joko Widodo bertindak relatif otonom, bertentangan dengan kepentingan kelas penguasa, terutama dari faksi borjuasi lama.

Baca:  Menambal Kebocoran di Swiss: Prabowo Wacanakan, Jokowi Laksanakan

Sekian lama, dari rekening-rekening inilah mobilisasi perlawanan balik kekuatan lama dibiayai. Dari rekening-rekening inilah mulut-mulut yang meneriakkan kebencian identitas demi meraih kekuasaan dijaga agar tak dahaga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun