Kita boleh memandang sinis, delusif! Tetapi begitulah riil politik elektoral itu. Hanya sedemikian kualitasnya.
Yang menarik sebenarnya, di tengah ucap syukur mayoritas pendukung Prabowo terhadap sah-nya dukungan orang-orang dalam forum Ijtima Ulama, ada sebagian pendukung Prabowo yang cemas.
Mereka adalah anak-anak muda yang menamakan diri Gerbong Pemuda Loyalis Prabowo. Jumlahnya tak banyak, setidaknya dari yang tampak dalam unjukrasa mereka.
Gerbong Pemuda Loyalis Prabowo melihat Itjima Ulama dan Pakta Integritas dari sudut pandang berbeda.
Mereka cemas, forum ini hanya akal-akalan untuk menumbangkan Prabowo-Sandiaga di tengah jalan jika kelak terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden pada pemilihan umum presiden (pilpres) 2019.
Mereka melihat Prabowo hanya sebagai kuda troya bagi kelompok-kelompok di dalam forum Ijtima Ulama untuk meraih kekuasaan. Semacam kudeta merangkak.
Dalam pandangan anak-anak muda yang mengklaim diri loyalis Prabowo ini, skenario kudeta merangkak itu dimulai dengan mengikat Prabowo-Sandiaga dengan pakta integritas, lalu memenangkan Prabowo-Sandiaga ke kursi Presiden dan Wakil Presiden RI.
Setelah Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno berkuasa, janji-janji dalam pakta integritas ditagih dan dijadikan landasan evaluasi.
Jika kemudian ada sejumlah butir pakta integritas yang ternyata tak mampu direalisasikan Prabowo-Sandiaga, dimulailah delegitimasi dan gelombang unjukrasa aksi tagih janji yang bermuara pada penumbangan kekuasaan Prabowo-Sandiaga.
Sebagaimana lazimnya penumbangan kekuasaan melului kudeta, pihak yang memobilisasi massa-lah yang kemudian tampil sebagai penguasa baru.
Bagi sebagian orang, kecemasan para pemuda loyalis Prabowo ini sekedar imajinasi paranoid. Berlebihan. Namun mungkin saja para loyalis Prabowo ini melihat dasar yang kuat dengan kehadiran tokoh HTI dan spanduk-spanduk HTI dalam Ijtima Ulama I dan II. Apalagi kehadiran pemimpin HTI memang atas undangan panitia.