Kerugian Prabowo
Seperti disinggung pada paragraf awal, kampanye negatif kepada Joko Widodo mungkin berdampak memperlambat laju elektabilitas Joko Widodo, bahkan menggerusnya. Sayangnya, karena ketiadaan kampanye positif mempromosikan Prabowo-Sandiaga, pemilih yang berpaling dari Joko Widodo belum tentu memilih Prabowo-Sandiaga.
Pernyataan Mahfud MD yang menggemakan lagi prinsip yang dipopulerkan Magnis Suseno pada Pilpres 2014, "minum malum" mencegah yang jahat berkuasa tampaknya didasari oleh pembacaan terhadap kondisi meningkatnya potensi golput (saya mengulasnya di "Menebak Arah Falsafah Politik Elektoral "Minus Malum" Mahfud MD.").
Bagi PKS, tak masalah jumlah pemilih golput sebab itu berarti secara relatif menaikkan persen peroleh suara PKS (meski nominalnya sama), mungkin menyelamatkan mereka dari jerat electoral threshold.
Inilah keuntungan partai kader seperti PKS. Mereka memiliki muatan dasar yang solid. Golput biasanya lebih besar datang dari massa pengambang, pemilih parpol-parpol massa yang bersifat terbuka.Â
Sebaliknya kondisi ini tentu saja merugikan bagi Gerindra. Orang-orang yang telah berhasil dihalau dari kemungkinan bersimpati kepada Joko Widodo seharusnya berpaling ke arah Prabowo-Sandiaga, bukannya golput.
Baiklah, demikian pembacaan saya. Tentu saja sebatas dugaan yang belum tentu benar.
Pada artikel berikutnya, kita akan coba menduga kepentingan atau sudut pandang Gerindra di balik upaya menggencarkan kampanye #2019GantiPresiden. [@tilariapadika]
Sumber informasi:
Kompas.com (26/08/2018) "Hanya 53,3 Persen Pemilih PKS Anggap Prabowo-Sandiaga Sesuai Aspirasi."Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI