Sepertinya para kader PKS memilih melawan secara pasif, meminjam tradisi Nusantara Saminisme. Entahlah jika di Arab Saudi, Mesir, atau Turki, kiblat politik PKS ada pula pola perlawanan seperti itu.
Survei yang diselenggarakan Alvara Research Center membongkar keberadaan perlawanan pasif itu. Hanya separuh kader dan simpatisan PKS yang menganggap Prabowo layak jadi presiden sesuai aspirasi mereka (Kompas.com, 26/08/2018).
Survei itu juga menunjukkan hasil serupa survei sejumlah lembaga lain sebelumnya --berfungsi sebagai triangulasi--bahwa suara PKS pada pemilu 2019 nanti tidak mencapai ambang batas elektoral.
Hal ini sebenarnya sudah dipahami PKS dan parpol-parpol lain. Percakapan dan perdebatan politik yang menempatkan Joko Widodo dan Prabowo sebagai sentral topik selama 4 tahun terkahir ini--perpanjangan dari setahun masa pilpres 2014--menyebabkan coat-tail effect 'efek ekor jas' sangat terasa dalam pemilu dan pilpres 2019 (baca juga: "Ancaman PKS dan PAN Campakkan Prabowo, Karena Uang atau Prabowo Bukan Santri?")
Survei Alvara dan lembaga-lembaga lain membuktikannya. PDIP dan Gerindra menjadi parpol dengan perolehan suara terbesar, jauh meninggalkan parpol-parpol lain.
PKS harus dapat mengatasi dua tantangan ini sekaligus. Rendahnya elektabilitas parpol dan memudarnya soliditas internal akibat pembangkangan kader dan anggota terhadap keputusan mendukung Prabowo-Sandiaga.
PKS menyimpulkan jalan terbaik untuk merengkuh sekaligus dua kendala itu adalah memperkencang kampanye #2019GantiPresiden.
Harapannya jumlah rakyat pemilih Jokowi dan (terutama) swing voters yang menjauh dari kubu Jokowi bertambah besar. Dengan itu, jumlah suara yang akan dibagi-bagi antara Gerindra, PKS, PAN, dan Partai Demokrat bertambah banyak.
Tetapi itu saja belum cukup. PKS harus memastikan suara rakyat yang tak ingin Jokowi terpilih kembali sebanyak mungkin mengalir ke PKS sebagai vote bagi caleg-calegnya, bukan ke Gerindra, PAN, ataukah Partai Demokrat.
Agar bisa berdampak seperti itu, PKS tidak boleh mengkampanyekan Prabowo dan Sandiaga. Mempromosikan keunggulan Prabowo dan Sandiaga sama saja memperbesar keuntungan elektoral Gerindra.
Inilah alasan mengapa PKS menggencarkan kembali kampanye #2019GantiPresiden. Dengan slogan itu, PKS berharap Jokowi kian terdegradasi, kian banyak calon pemilih yang beralih posisi. Tanpa berkampanye positif mempromosikan keunggulan Prabowo-Sandiaga, PKS juga mencegah suara rakyat yang tidak puas kepada Jokowi dimonopoli oleh Partai Gerindra.