Prinsip "minus malum" sebagai landasan pemilih dalam demokrasi elektoral sudah populer sejak Pilpres 2014 silam. Saat itu rohaniwan Magnis Suseno yang mengatakannya. Pemilu bukan untuk memilih yang terbaik melainkan mencegah yang terburuk berkuasa (Tribunnews.com, 05/03/2018).
Kini, menjelang Pilpres 2019, Mahfud MD kembali mengemukakan prinsip minus malum dalam pemilu atau pilpres. Mahfud hanya menggunakan diksi yang berbeda, yaitu mencegah orang jahat berkuasa (CNNIndonesia.com, 20/08/2018).
Mengapa Magnis Suseno dan Mahfud MD mempromosikan prinsip minus malum dan bukan maximum bonum?
Minus malum berarti memilih yang paling sedikit keburukannya di antara semua pilihan buruk. Sebaliknya maximum bonum adalah memilih yang paling banyak kebaikannya di antara semua pilihan baik.
Magnis Suseno dan Mahfud MD menggunakan prinsip minus malum dan bukan maximum bonum menyiratkan pandangan keduanya bahwa pada dasarnya para calon yang bertarung, Jokowi dan Prabowo adalah opsi yang buruk. Maka pertimbangan untuk memilih bukan mencari yang paling banyak memiliki kebaikan namun yang paling sedikit keburukannya.
Pernyataan keduanya cocok dengan kondisi kebatinan atau konteks saat pernyataan itu disampaikan. Baik Magnis Suseno, pun Mahfud MD menyampaikan prinsip tersebut untuk mencegah golput.
Itu berarti keduanya bicara dalam konteks pemahaman bahwa ada sebagian rakyat Indonesia yang tidak melihat peluang masa depan Indonesia yang lebih baik dalam diri Jokowi-Ma'ruf Amin pun Prabowo-Sandiaga. Karena tidak ada opsi yang layak, golongan ini merasa lebih baik golput.
Untuk mencegah golongan putih atau masyarakat yang menolak memilih karena tidak ada opsi yang baik, Mahfud dan Magnis menawarkan prinsip minus malum.
"Memang dalam pandangan Anda tidak ada yang baik di antara menu yang tersedia (Jokowi dan Prabowo), tetapi di antara yang buruk itu ada yang lebih buruk atau jahat. Maka jika Anda tidak ikut memilih, kemungkinan yang keluar sebagai pemenang adalah yang paling buruk." Begitu kira-kira jika kalimat dua tokoh itu saya parafrase.
Dengan prinsip minus malum, ketika yang paling sedikit keburukannya terpilih, Indonesia  tidak akan bertambah maju, namun juga tidak mundur kembali ke masa-masa sulit. Sebaliknya jika yang terburuk terpilih, segala capaian--meski sedikit--kemanusiaan, demokrasi, dan kesejahteraan yang diperjuangkan rakyat dengan berdarah-darah (tak ada perubahan yang diberikan gratis penguasa) akan lenyap seketika dan Indonesia kembali ke masa-masa kelam.