Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Tommy Soeharto Dibolehkan Jadi Caleg, KPU Waras?

23 Juli 2018   18:00 Diperbarui: 23 Juli 2018   18:08 1082
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tommy Soeharto, Putra Bungsu Mantan Presiden Soeharto [sumber: rmol.co]

Saat membaca berita KPU bolehkan Tommy Soeharto nyaleg karena dirinya narapidana pembunuhan, bukan koruptor (Detik.com, 22/07/2018), spontan rasa jengkel buncah di hati saya. KPU Waras? Saya bertanya dalam hati dan apriori menjawab sendiri, tak! Saya menuduh KPU tak waras karena yakin Tommy Soeharto seorang koruptor.

Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, tiga jenis mantan narapidana yang dilarang jadi caleg adalah mantan narapidana kasus korupsi, kasus narkoba, dan kasus kejahatan seksual terhadap anak.

Beruntunglah selama ini saya membangun sikap tak percaya pada ingatan sendiri sehingga selalu berusaha mencari tahu apakah asumsi dan kesimpulan sementara saya benar atau tidak.

Nah, apakah benar KPU tak waras seperti dugaan saya, atau saya yang keliru? Mari kita bahas.

Posisi awal saya begini.

Pertama, pembunuhan Hakim Agung Kartasasmita atas perintah Tommy Soeharto itu berlatar belakang vonis Mahkamah Agung dalam kasus korupsi tukar guling gudang beras milik Badan Urusan Logistik (Bulog) di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, ke PT Goro Batara Sakti.

Kedua, seingat saya, MA memvonis Tommy Seoharto bersalah, membatalkan vonis bebas yang sebelumnya dijatuhkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tommy mengajukan grasi kepada Presiden Abdurahman Wahid, namun Gus Dur menolaknya.

Karena itu saya berkesimpulan, pertama, Tommy Soeharto alias Hutomo Mandala Putra selain seorang mantan pembunuh, juga seorang mantan koruptor yang seharusnya tidak boleh menjadi calon anggota legislatif; kedua Posisi KPU yang membolehkan Ketua Umum Partai Berkarya itu menjadi caleg DPR RI di daerah pemilihan Papua adalah kesalahan. KPU tentu dalam kondisi tidak waras.

Untuk memastikan kebenaran kesimpulan saya, hal yang kemudian saya uji bukan dua kesimpulan ini  (Tommy tak boleh jadi caleg dan KPU tidak waras) namun asumsi yang mendasari kesimpulan, yaitu Tommy itu mantan koruptor.

Saya lantas menggali kembali informasi lama yang mungkin saya lewatkan atau saya lupakan sehingga selama ini apriori menyimpulkan Tommy tak boleh nyaleg.

Berikut poin-poin informasi yang merekonstruksi ingatan saya:

  • 10 Oktober 1999: Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membebaskan Tommy Soeharto dan Ricardo Gelael dari dakwaan terlibat kasus korupsi tukar guling (ruilslag) antara PT Goro Batara Sakti (GBS) dan Bulog. Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi.
  • 22 September 2000: Majelis Agung Mahkamah Agung, yang diketuai M Syafiuddin Kartasasmita memutuskan menghukum Tommy dan Gelael masing-masing dengan hukuman 18 bulan penjara dan denda Rp30,6 miliar dalam perkara korupsi tukar guling tanah (ruilslag) gudang beras milik Bulog di kawasan Kelapa Gading ke PT GBS.
  • 3 Oktober 2000: Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto mengajukan permohonan grasi kepada Presiden melalui Ketua Pengadilan Jakarta Selatan.
  • 30 Oktober 2000: Tommy mengajukan Peninjauan Kembali atas putusan kasasi Mahkamah Agung, karena adanya bukti baru, di antaranya pembatalan perjanjian tukar guling.
  • 2 November 2000: Presiden Abdurrahman Wahid menolak grasi Tommy Soeharto dan Ricardo Gelael.
  • 04 November 2000: Jaksa Penuntut Umum gagal mengeksekusi Tommy yang telah melarikan diri. Tommy masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) alias menjadi buronan.
  • 26 Juli 2001: Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita tewas tertembak.
  • 6 Agustus 2001: Di salah satu rumah sewaan Tommy di Jalan Alam Segar III No. 23, Pondok Indah, Jakarta Selatan, polisi menemukan 13 telepon genggam yang dirangkai dengan bom, 74 batang dinamit yang juga sudah dirangkai puluhan bom, satu pucuk pistol kaliber 32, dua senapan jenis M-16, tiga kotak peluru kaliber 22, dan beberapa granat jenis manggis, sejumlah rompi dan jaket anti peluru, 10 sarung tangan dan satu borgol.
  • Polisi menyatakan dugaan kuat Tommy Soeharto terlibat pembunuhan Hakim Agung dan sejumlah aksi peledakan bom di Jakarta. Polisi juga menemukan sejumlah dokumen yang mengaitkan hubungan Tommy Soeharto dengan Gerakan Aceh Merdeka.
  • 7 Agustus 2001: Polisi tangkap Mulawarman dan Noval Hadad, dua tersangka penembak Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita yang mengaku membunuh atas perintah Tommy Soeharto.
  • 9 Agustus 2001: Deadline penyerahan diri Tommy Soeharto berlalu, Polda Metro Jaya mengumumkan perintah tembak di tempat.
  • 28 Agustus 2001: Sersan Mayor (Purn) Wiyono, tersangka penyimpan senjata api Tommy Soeharto, meninggal dalam ruang tahanan Polda Metro Jaya.
  • 1 Oktober 2001: MA mengabulkan permohonan PK Tommy Soeharto atas kasus tukar guling. Tommy Soeharto dinyatakan tidak bersalah.
  • 28 November 2001: polisi menangkap Tommy di Pondok Indah, Jakarta Selatan.
  • 26 Juli 2002: Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Tommy Soeharto 15 tahun penjara karena memerintahkan pembunuhan Hakim Agung Syafiudddin Kartasasmita. Tommy tidak mengajukan banding namun kemudian mengajukan Peninjauan Kembali.
  • 6 Juni 2005: MA menolak permohonan PK Tommy Soeharto dalam kasus pembunuhan terhadap Hakim Agung Syaifuddin Kartasasmita, namun juga memutuskan mengurangi masa hukuman penjara Tommy Soeharto jadi 1o tahun penjara.
  • 30 Oktober 2006, setelah menjalani sekitar 6 tahun dari 10 masa tahun masa hukumannya, Tommy Soeharto bebas bersyarat.

Tommy Soeharto, Putra Bungsu Mantan Presiden Soeharto [sumber: rmol.co]
Tommy Soeharto, Putra Bungsu Mantan Presiden Soeharto [sumber: rmol.co]
Berdasarkan informasi kronologis yang saya kumpulkan kembali, rupanya ada hal yang lolos dari ingatan, yaitu Mahkamah Agung pada 1 Oktober 2001 mengabulkan permohonan peninjauan kembali PK Tommy Soeharto atas kasus tukar guling dengan Bulog dan menyatakan Tommy Soeharto tidak bersalah.

Meski banyak pendapat yang menyatakan keputusan MA itu dikeluarkan bukan berbasis pertimbangan hukum, tetapi agar Tommy Soeharto mau keluar dari persembunyian--dan ada pula yang menuduh hakim agung ketakutan ditembak dan telah disogok--suka tak suka kita harus menerima kenyataan bahwa dengan adanya keputusan ini, secara resmi Tommy Soeharto bukan seorang koruptor.

The Mandela Effect

Jadi rupanya ingatan saya bahwa Tommy Soeharto itu seorang koruptor sebenarnya mengalami The Mandela Effect. Ini adalah istilah untuk gejala banyak orang merasa mengingat suatu peristiwa namun sebenarnya peristiwa itu tidak terjadi, atau salah ingat yang lazim, dialami banyak orang.

Tampaknya Mandela effect ini saya alami karena dua hal.

Pertama bisa persepsi saya oleh pembunuhan hakim agung dan Tommy yang jadi buronan. Dua hal itu otomatis membuat otak saya yakin Tommy Soeharto bersalah atas kasus Korupsi tukar guling aset bulog dan dengan sendirinya menolak informasi tentang ketakbersalahannya (keputusan PK MA 1 Oktober 2001).

Kedua, adanya dua Keputusan MA terkait kasus Tommy Soeharto, yang salah satunya (6 Juni 2005) terkait kasus pembunuhan Hakim Agung Kartasasmita dimana MA menolak PK Tommy telah mengacaukan ingatan saya akan keputusan MA 1 Oktober 2001 yang membebaskan Tommy dari kasus korupsi Bulog.

Jadi demikianlah, meski saya memandang Tommy Soeharto tidak layak menjadi caleg--karena bagian dari Orde Baru dan mantan pembunuh hakim agung--, peraturan perundang-undangan memberinya hak untuk maju sebagai caleg dan KPU ternyata benar dan waras. Saya boleh-boleh saja mengkampanyekan agar orang tak pilih Tommy Soeharto, tetapi saya tak boleh mengkampanyekannya sebagai seorang mantan koruptor.

Saya juga tak bisa memaksa KPU atau lembaga lain menolak pencalonan Tommy Soeharto. Setelah menjalani masa hukumannya, Tommy sama seperti warga negara lain, memiliki hak asasi dan hak konstitusional untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR.

Pelajaran lain dari kasus ini adalah selalu membangun sikap curiga pada ingatanmu sehingga dengan demikian engkau membiasakan diri untuk cek dan recek. Pastikan kesimpulanmu pada peristiwa-peristiwa adalah aposteriori, bukan apriori.

[@tilariapadika]

Sumber:

  1. Hukumonline.com (28/11/2001) "Tommy Ditangkap, Ancaman Hukuman Mati Menanti." 
  2. Hukumonline.com (26/09/2000) "MA Mengganjar Tommy dengan Hukuman 18 Bulan Penjara."
  3. Hukumonline (26/07/2002) "Keempat Dakwaan Terbukti, Tommy Divonis 15 Tahun Penjara." 
  4. Hukumonline.com (01/10/2001) "PK Mahkamah Agung Bebaskan Sang Buronan." 
  5. Tempo.co (14/08/2003) "Kronologi Kasus Tommy Soeharto."
  6. Gatra (04/11/2000) "Kronologi Kasus Tommy Soeharto."
  7. Kumparan.com (31/03/2017) "Rentetan Kasus Hukum Tommy Soeharto."  
  8. ICW (antikorupsi.org, 03/08/2007) "perkara Uang Tommy; Data Ruilslag Bulog-Goro Lebih Komplet." 
  9. Liputan6.com (07/08/2001) "Tommy Soeharto Dalang Pembunuh Syafiuddin Kartasasmita." 
  10. Kapanlagi.com (17/08/2006) "Tommy Soeharto Bebas Bersyarat Pada September 2006." 
  11. Detik.com (07/03/2006) "Tommy Soeharto Sudah Jalani 2/3 Masa Hukuman." 
  12. Kompas.com (19/07/2018) "Tommy Soeharto Jadi Caleg, tapi Pernah Divonis 10 Tahun, Ini Kata KPU." 
  13. Detik.com (22/07/2018) "KPU soal Pencalegan Tommy Soeharto: Dia Bukan Napi Korupsi."
  14. Koran Tempo (07/08/2001) "Tommy Di Balik Teror Bom."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun