Tuan-Tuan dan Nyonya-nyonya yang hendak mencalonkan diri sebagai presiden hendaknya berhati-hati terhadap tim sukses dan loyalis Anda. Jika dikecewakan, mereka mungkin saja membunuh Anda. Demikianlah sejarah memberi pelajaran.
Simak kisah berikut.
Pagi itu, 2 Juli, Jenderal James Garfield sedang bersemangat. Ia akan berlibur, melepas pening di kepalanya oleh perdebatan dengan orang-orang Partai Demokrat di parlemen.
Jenderal Garfield baru 4 bulan menjadi Presiden Amerika Serikat yang ke-20 setelah mengalahkan Jenderal Hancock, sesama veteran perang sipil yang baru saja berakhir.
Sudah sejak beberapa pekan sebelumnya, Presiden Garfield merencanakan liburan musim panasnya. Ia akan terlebih dahulu berpidato dalam acara di alma maternya, William College.
Sebelum pukul 9, Presiden Garfield menuju Stasiun Kereta Api  Baltimore and Potomac. Ia hanya ditemani Sekretaris Negara James Blaine dan seorang portir. Mereka hendak menumpang kereta pukul 9.30.
***
Hari itu, 2 Juli 1881, lebih pagi dari Garfield, seorang pria yang tampak lusuh memeriksa kembali revolver yang dua pekan sebelumnya ia beli dengan uang pinjaman. Dalam benaknya, ia akan menuntaskan tugas suci, menyelamatkan partai Republik dan Amerika Serikat dari seorang pembohong, seorang tukang ingkar janji.
Ia kemudian bergegas menuju Statius Kereta Api Baltimore dan Potomac, menunggu di dalam, menatap ke arah pintu masuk. Sesekali jemarinya ia masukkan ke dalam kantung jas lusuhnya, memeriksa revolver yang dingin mendekam di dalamnya.
Presiden Garfield dan Sekretaris Negara James Blaine akhirnya tiba. Mereka masuk ke dalam stasiun, tersenyum dan membalas sapaan orang-orang  di sana.
Lelaki berjas lusuh berdiri dari tempat duduknya, melangkah memutar ke arah belakang Presiden Garfield. Ia merogoh koceknya, mengeluarkan revolver Webley British Bulldog.
Dor .. Dor!
"Ya Tuhan! Ada apa ini?" Seru Garfield. Tubuhnya roboh. Dua peluru baru saja menyobek kulit dan dagingnya. Satu di lengan, satu menembus dada dan terus bersarang di bawah pankreasnya.
Orang-orang panik. Aparat polisi berdatangan. Si penembak presiden berhasil diringkus. Ia dikenali sebagai Charles J. Guiteau.
Guiteau adalah seorang jomlo 40an tahun, miskin, dan mengalami tekanan jiwa.
Ia sudah coba banyak pekerjaan namun gagal. Guiteau pernah mencoba menjadi pengacara, penagih utang, salesman, dan pedeta sekte bida'ah. Terakhir ia mencoba berkarir sebagai politisi, bergabung di dalam Partai Republik.
Guiteau sebenarnya bukan pendukung garis keras Garfield. Ia hanya mencari pekerjaan sebagai tim sukses kampanye capres ketika Garfield bertarung melawan Jenderal Hancock dari Partai Demokrat.
Selama masa kampanye, tanpa henti Guiteau mendatangi kantor Partai Republik untuk memohon dilibatkan sebagai tim sukses.
Partai Republik kemudian memberikan kesempatan Guiteau menulis naskah pidato bagi Garfield untuk disampaikan pada pertemuan dengan sekelompok kecil komunitas kulit hitam di New York.
Pidato itu berjudul "Garfield vs. Hancock," isinya menyerang Jenderal Hancock, yaitu memilih jenderal Hancock sebagai presiden Amerika Serikat sama saja membuka jalan menuju perang sipil kedua.
Pidato itu adalah sumbangan kecil dalam kampanye Garfield tetapi Guiteau merasa pidato itulah yang menyebabkan Garfield menang.
Karena itu Guiteau merasa layak mendapat balas jasa berupa jabatan penting. Tidak tanggung-tanggung, ia minta posisi diplomat di Viena atau Paris.
Setelah Garfiel dilantik, Guiteau datang ke Washington untuk menagih balas jasa. Berhari-hari ia mendatangi Gedung Putih dan bertemu dengan sejumlah elit di lingkaran dalam Garfield, melobi agar diberikan jabatan diplomat.
Guiteau terus-menerus mengirimkan surat kemana  Sekretaris Negara James Blaine berisi klaim jasanya atas kemenangan Garfield dan menuntut penghargaan pribadi berupa jabatan diplomat.
Pada 10 Mei, Guiteau juga mengirim surat kepada Garfield. "I will see you about the Paris consulship tomorrow unless you happen to send in my name today," tulisnya.
Jengkel didesak terus, Sekneg James Blaine menghardik Guiteau. "Jangan pernah lagi mengganggu saya tentang jabatan Konsulat Paris itu selama hidupmu."
Guiteau merasa sangat putus asa dan marah. Baginya Presiden Garfield tidak tahu berterima kasih. Seorang yang tak tahu berterima kasih adalah perusak citra agung Partai Republik.
Guiteau merasa harus mengambil tindakan.
Pada 15 Juni ia meminjam uang 15 dollar untuk membeli revolver kaliber 45. Guiteau menulis pernyataan berupa surat kepada rakyat Amerika. "Garfield tidak tahu berterima kasih kepada loyalis Partai Republik. Ia merusak citra agung partai. Pembunuhan (assassination) terhadap Garfield adalah bukan pembunuhan (murder). ... Ini adalah keharusan politik. ... Biarlah rakyat dan Tuhan yang menilai kebenaran tindakan saya."
Presiden Garfield tidak meninggal oleh tembakan itu. Ia hidup dengan peluru bersarang di bawah pankreasnya.
Selama 80 hari, para dokter berusaha menyelamatkannya. Namun peluru yang bersarang di dekat pangkreasnya sulit ditemukan dan dikeluarkan. Salah satu anggota tim dokter, Alexander Graham Bell yang juga penemu telegraf itu mencoba menggunakan prototipe metal detektor namun gagal juga.
Pada 19 September 1881, Presiden Garfield meninggal oleh komplikasi infeksi akibat luka tembakan dan peluru yang bersarang di tubuhnya. Garfield menjadi presiden Amerika Serikat dengan masa jabatan tersingkat, hanya 4 bulan. Ia juga presiden Amerika Serikat kedua yang ditembak.
Sebelum Garfield, Presiden Amerika Serikat yang mati ditembak adalah Abraham Lincoln (1865). Setelah Garfield, dua presiden yang Amerika Serikat yang dibunuh adalah William McKinley (1901) dan  John F. Kennedy (1963).  Sementara Presiden Amerika Serikat yang juga ditembak namun hanya terluka adalah Theodore Roosevelt (1912) dan Ronald Reagan (1981).
Demikianlah Om-Tante. Jika Anda hendak mencalonkan diri menjadi presiden, berhati-hatilah terhadap tim sukses loyalis Anda. Tidak harus seorang jomlo, miskin, dan gonta-ganti pekerjaan seperti Guiteau. Seorang loyalis yang tampak baik-baik saja bisa saja berubah menjadi maniak jika merasa ambisinya akan jabatan penting tidak terwujud. [@tilariapadika]
Sumber:
- History.com, "1881: President Garfield is shot"
- Encyclopedia of Britanica. "James A. Garfield: President of United States"
- Douglas O. Linder, "The Trial of Charles Guiteau: An Account"
- Brian Resnick "This Is the Brain that Shot President James Garfield: But why? A 135-year-old mystery." The Atlantik, 4/10/2015.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H