Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Wajar Curiga Pelantikan Iriawan Pj Gubernur Jabar Bias Pilpres 2019

20 Juni 2018   15:36 Diperbarui: 20 Juni 2018   15:40 1377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelantikan Komjen Iriawan sebagai Pj Gubernur Jabar [diolah dari Merdeka.com]

Setelah urung Januari 2018 lalu, Komjen M. Iriawan akhirnya dilantik juga menjadi Pejabat Gubernur Jawa Barat. Mendagri Cahyo Kumolo tidak peduli protes keras sejumlah kalangan, terutama Partai Demokrat dan Partai Gerindra yang hendak menggelar Pansus Angket terhadap keputusan ini. Apa yang membuat Mendagri Cahyo Kumolo ngotot melantik Komjen Iriawan?

Artikel ini didasarkan kepada dua asumsi.

Asumsi pertama, sebagai kader partai, Menteri Cahyu Kumolo taat kepada posisinya sebagai petugas partai.

Dalam posisinya sebagai petugas partai, Mendagri Cahyo menggunakan jabatannya sebagai mendagri untuk machtaadwending 'menjalankan kekuasaan' untuk dua jenis tugas: objektif dan subjektif.

Machtaaadwending untuk tugas objektif adalah memastikan pelaksanaan pemerintahan dalam negeri berjalan sesuai ideologi, prinsip dan nilai, visi, dan misi partainya.

Sementara machtaaadwending yang subjektif adalah menjadikan kekuasaan mendagri untuk menjaga politieke toetstand 'kondisi politik yang menguntungkan' dan mendukung tahap-tahap machtvorming 'pembentukan kekuasaan' selanjutnya.

Jadi sebagai kader PDIP, Cahyo Kumolo mengoptimalkan perannya sebagai Mendagri di dalam siklus  machtvorming -  machtaadwending -  politieke toetstand -- machtvorming, seperti yang diajarkan Bung Karno.

Sebagai kader yang telah bersama-sama Bu Megawati sejak dalam masa perjuangan di bawah represi Soeharto Orde Baru, Mendagri Cahyo Kumolo tentu paham, taat, dan konsisten akan prinsip perjuangan ini.

Asumsi kedua, posisi pejabat gubernur memberikan manfaat politik---terlepas seperti apa signifikansinya---terhadap kemenangan para pasangan cagub-bacagub yang bertarung. Penempatan Komjen Iriawan sebagai Pejabat Gubernur Jawa Barat akan memberi keuntungan bagi kemenangan pasangan calon yang diusung PDIP.

Mendagri Cahyo Kumolo [sumber: tempo.co]
Mendagri Cahyo Kumolo [sumber: tempo.co]
Berdasarkan dua asumsi ini, mari kita bahas persoalan ini.

Wacana pengangkatan perwira Polri sebagai pejabat gubernur telah muncul sejak Januari 2018. Saat itu Mendagri Cahyo Kumolo akan melantik Komisaris Jenderal Iriawan, Asops Kapolri sebagai Pj. Gubernur Jabar dan Inspektur Jenderal Martuani Sormin, Kadiv Propam Polri sebagai Pejabat Gubernur Sumut (BBC.com, 18/6/2018).

Kencangnya protes publik membuat pemerintah mengurungkan rencana itu. Pada Februari 2018 Menkopulhukam Wiranto mengumumkan pembatalannya. Kini Mendagri Cahyo Kumolo tiba-tiba memutuskan melantik Iriawan sebagai Pejabat Gubernur Jabar.

Keputusan Cahyo Kumolo kembali menuai protes keras. Partai Demokrat menilai pelantikan Iriawan melanggar 3 undang-undang sekaligus, yaitu Undang-undang Aparatur Sipil Negara (ASN), UU Pemilihan Kepala Daerah, dan UU Polri. Karena itu Fraksi Demokrat di DPR RI berencana menggunakan Hak Angket untuk minta keterangan pemerintah (Merdeka.com, 19/6/2018).

Kemendagri berkilah soal tuduhan pelanggaran 3 UU ini. Menurut pihak Kemendagri, penunjukan Iriawan sebagai Pj. Gubernur Jabar sudah sesuai dengan Pasal 201 UU 10/2016 tentang Pilkada dan Pasal 19 ayat 1 UU 5/2014 tentang ASN. Hal ini karena Iriawan bukan lagi pejabat struktural Mabes Polri melainkan Sekretaris Utama Lemhanas yang merupakan jabatan pimpinan tinggi madya di lingkup ASN (Katadata.co.id, 18/6/2018).

Terhadap ini, politisi Gerindra justru kian mencurigai adanya motif politik di balik sikap ngotot Kemendagri menempatkan Iriawan sebagai Pj. Gubernur Jabar. Fadli Zon menilai mutasi Komjen Iriawan ke lingkup ASN (Lemhanas) pada Maret 2018 adalah modus jalan melingkar untuk memuluskan pengangkatannya sebagai Pj. Gubernur Jabar (Tribunnews.com, 19/6/2018).

Menurut Fadli Zon, modus jalan melingkar ini merupakan repetisi pelantikan Irjen Pol Carlo Brix Tewu sebagai Pejabat Gubernur Provinsi Sulawesi Barat pada 2016 silam. Carlo Brix Tewu terlebih dahulu ditarik ke Kemenko Polhukam untuk jabatan tinggi madya.

Parpol dan pasangan cagub-cawagub yang jadi lawan PDIP di Pilkada Jabar bertambah cemas sebab Iriawan sama-sama berlatar belakang polisi dengan Anton Charilyan, pasangan TB Hasanuddin.

Mereka kuatir, kesamaan latar belakang ini menimbulkan konflik kepentingan. Iriawan bisa memobilisasi sumber daya pemerintahan---aparatur dan fasilitas untuk memenangkan pasangan TB Hasanuddin-Anton Charliyan.

Tetapi pandangan ini mungkin berlebihan. Dalam masa jabatan efektif kurang lebih seminggu, akan sulit bagi Iriawan untuk mengkonsolidasikan sumber daya birokrat di lingkup Pemprov Jawa barat untuk dimobilisasi memenangkan TB Hasanuddin-Anton Charilyan.

Lebih pas jika kita menduga, penempatan Iriawan justru untuk mencegah aparatur Pemprov Jawa Barat dimobilisasi bagi kepentingan calon lain.

Tampaknya yang paling dikhawatirkan PDIP adalah peluang Dedi Miswar, cagub usungan Partai Partai Demokrat dan Golkar untuk memobilisasi aparatur dan fasilitas Pemprov Jawa Barat bagi kemenangan dirinya.

Sebagai mantan Wakil Gubernur Jawa Barat, masa 5 tahun memimpin Jabar merupakan investasi relasi yang cukup bagi Dedi Miswar untuk meraih dukungan birokrat.

PDIP pantas mencemaskan Dedi Miswar sebab sejumlah survei terkini menunjukkan pasangan Dedi Miswar-Dedi Mulyadi sebagai lawan terkuat TB Hasanuddin-Anton Charliyan. Survey Ilma Research and Consulting pada awal Mei menyimpulkan elektabilitas TB Hasanuddin-Anton Charliyan naik, menempel ketat Dedi Miswar-Dedi Mulyadi setelah pelaksanaan debat pasangan calon (Merdeka.com, 24/5/2018). 

PDIP tentu tidak mau kerja keras mendongkrak elekabilitas pasangan calonnya dari nomor buncit---survei Indo Barometer pada awal April menempatkan TB Ismail di posisi terakhir (Republika.co.id, 19/4/2018)--ke posisi puncak kandas hanya karena Dedi Miswar memiliki ruang untuk memanfaatkan modal sosial relasinya dengan aparatur Pemprov Jabar yang selama 5 tahun dipimpinnya.

Patut diduga, dengan menempatkan Komjen Irianto sebagai Pejabat Gubernur Jabar, Mendagri Cahyo Kumolo berharap dapat menekan potensi keterlibatan aktif birokrat pemprov Jabar sebagai mesin pengumpul suara bagi Dedi Miswar-Dedi Mulyadi.

Dengan selisih elektabilitas yang sangat tipis dalam sejumlah survei terakhir, hal ini berdampak signifikan.

Menteri Cahyo Kumolo tampaknya bersedia menempuh risiko apapun, termasuk turunnya popularitas Pemerintahan Joko Widodo dari sisi penghormatan terhadap demokrasi; kisruh oleh hak angket DPR RI; dan risiko Cahyo kehilangan jabatannya sendiri.

Hanya satu hal yang bisa memaksa Cahyo Kumulo melakukan ini: kepentingan pemenangan Pilpres 2019.

Dari sisi jumlah pemilih, Jawa Barat adalah yang terpenting dari 5 provinsi kunci kemenangan Pilres 2019. Pemilih di provinsi ini adalah yang terbanyak, 33.138.630 pemilih, disusul Jawa Timur (31.312.285), Jawa Tengah (27.555.487), Sumatera Utara (10.763.893), dan DKI Jakarta (7.925.279) (sindonews.com, 16/12/2017). Artinya lebih dari 56 persen pemilih Indonesia dalam Pemilu 2018 dan Pilpres 2019 berada di 5 provinsi ini. Memenangkan suara di 5 provinsi ini berarti memenangkan Pemilu dan Pilpres.

PDIP dan kubu pendukung Jokowi telah kehilangan Jakarta. Jawa Tengah relatif aman karena elektabilitas Ganjar Pranowo masih baik-baik saja meski diterpa isu keterlibatan dalam kasus e-KTP dan Jateng sejak dulu adalah kandang banteng. Untuk Jawa Timur, PDIP tidak perlu cemas meski kelak pasangan Khofifah-Emil Dardak yang menang. Tiga Parpol, selain Demokrat, pendukung pasangan itu adalah pengusung pencapresan Jokowi di Pilpres 2019.

Jawa Barat dan Sumatera Utara memang patut dikhawatirkan PDIP dan tidak salah jika dicurigai kecemasan itu turut melatarbelakangi niat Mendagri menempatkan petinggi Polri sebagai pejabat gubernur. Sudah sejak lama PDIP terkenal dekat dengan Polri.


Jawa Barat dengan jumlah pemilih hampir 3 kali Sumatera Utara tentu lebih dicemaskan PDIP. Apalagi partai pengusung Dedi Miswar-Dedi Mulyadi di Pilkada Jabar adalah Partai Demokrat dan Partai Golkar, satu lawan satu dari sisi kepentingan dukungan terhadap Joko Widodo dalam Pilpres 2019. Bagaimana jika kelak Dedi Miswar bekerja untuk kepentingan capres usungan Partai Demokrat? Hubungan PDIP-Demokrat memburuk akhir-akhir ini.

Dengan demikian sangat masuk akal untuk mencurigai pelantikan Komjen Irianto sebagai Pj Gubernur Jawab adalah bentuk machtaadwending subjektif  Cahyo Kumolo sebagai Mendagri untuk menjaga politieke toetstand (kemenangan TB Hasanudin)di Jawa Barat menguntungkan PDIP dalam melakukan  machtvorming menuju Pilpres 2019.  [@tilariapadika]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun