Baru pernah saya hadiri festival pangan lokal yang seperti ini. Tersaji menarik banyak ragam pangan. Cita rasanya unik dan luar biasa. Saya sampai bingung ketika hendak pilih mau makan apa. Hingga malam hari saat harus kembali ke Kupang, saya masih saja tercengang. Betapa kaya negeri kita.
Sekitar pukul 17 festival pangan lokal dibuka dengan tarian perang. Absobano nama tariannya, berasal dari kata ab 'tarian,' so 'giring-giring,' dan bano 'perang'. Para lelaki atoin meto--demikian orang Timor menamakan dirinya--menari dalam balutan busana tradisional mereka.
Parang tergenggam di tangan, kaki menghentak-hentak membunyikan giring-giring. Â Ibu-ibu yang telah berdandan cantik dengan kalung manik-manik muti melingkari leher, menabuh gendang dan gong.
Tari perang adalah bentuk diplomasi. Dengan tari ini, atoin meto mendeklarasikan kedaulatan atas wilayahnya kepada para tamu. "Kami gembira menyambutmu, menghormatimu, di tanah kami, tanah tumpah darah yang siap kami pertahankan dengan perang sekalipun," kira-kira demikian tarian ini bermakna.
Dalam sambutannya, Kak Andi menyampaikan dukungan Oxfam untuk isu kedaulatan pangan dan upaya regenerasi petani Indonesia. Itu sebabnnya Kak Andi membawa serta poster kontes duta petani muda Indonesia 2018, berharap ada orang muda  dari Desa Oh'aem yang didaftarkan dan masuk nominasi.
Ada 10 kelompok yang tampil dalam festival kali ini, 6 kelompok dari desa tuan rumah, 3 kelompok dari Desa Lelogama, dan 1 kelompok dari Desa Oh'aem II.
Kelompok-kelompok masak pangan lokal ini didorong pembentukannya oleh klub pangan lokal yang ada di masing-masing desa. Terima kasih kepada Perkumpulan Pikul Kupang yang dalam pendampingan selama 5 tahun telah menghasilkan kelompok kreatif seperti ini. Perubahan hanya bisa terjadi ketika masyarakat telah terlibat aktif sebagai subjek.
Tidak perlu menunggu dua kali dipersilakan, orang-orang sudah bergegas masuk ke dalam aula kantor desa tempat aneka pangan disajikan pada meja-meja yang mengelilingi ruangan, membentuk huruf U.
Anak-anak muda dan om-tante dari Kupang tampak paling antusias. Anak-anak muda ini berasal dari berbagai komunitas kreatif di Kota Kupang. Mereka datang dengan 10 mobil ke Desa Oh'aem I untuk menikmati kesempatan langka mencicipi pangan tempo dulu.
Sudah saya ceritakan sebelumnya (baca:"Lebaran Hari Ke-2 akan Tanpa Ketupat dan Opor Ayam'), festival pangan lokal ini bertema  "Taha Tah Tababua Am Nahat Batan Ahunut" yang berarti 'Masak dan Makan Bersama Makanan Tempo Dulu.' Maka tentu saja sebagian besar sajian adalah pangan yang diolah a la sajian pangan masa lampau.