Pada 30 September 1960, sebelum Sesi Kelima Sidang Majelis Umum PBB dimulai, Presiden Republik Indonesia Soekarno didaulat menyampaikan pidato. Sebuah pidato yang indah, visioner, dan tercatat dalam sejarah sebagai pidato terpanjang keempat (122 menit) yang pernah disampaikan para pemimpin dunia di sidang PBB dalam era 1945-1976.
Pidato sepanjang itu hanya pernah di sampaikan Fidel Castro (Kuba, 269 menit, 26 September 1960), Sekou Toure (Guinea, 10 Okt. 1960, 144 menit), dan Nikita Khrushchev (Uni Soviet, 23 Sept. 1960, 140 menit).(UN. "What is the longest speech given at the United Nations?")
Dalam pidatonya, Bung Karno menyampaikan visi Bangsa Indonesia tentang tata dunia baru yang damai dan beradilan; Â tentang Pancasila sebagai ideologi yang mencerminkan nilai-nilai terbaik dari Kapitalisme dan Komunisme; politik Indonesia yang bebas aktif; dan sejumlah kritik terhadap PBB yang kurang representatif dan demokratis.
Termasuk di dalam kritikan Soekarno adalah penolakan PBB terhadap keanggotaan Republik Rakyat China.
Tentang Persoalan China ini, Ir. Soekarno mengatakan, "Selain itu, tidak semua negara di Asia dan Afrika diwakili di sini. PBB akan lemah jika menolak keterwakilan negara manapun, terutama negara dari sebuah bangsa yang tua, bijaksana, dan kuat." (Soekarno, 1960)
"Saya berbicara tentang China. Saya berbicara tentang apa yang sering disebut China Komunis, yang bagi kami merupakan satu-satunya China yang sesungguhnya. PBB justru sangat lemah karena menolak keanggotaan negara terbesar di dunia."
Bung Karno memang secara tegas menyatakan posisi Indonesia yang mendukung RRC dan bukan Taiwan. Tetapi dukungan itu bukan dilandasi sentimen subjektif kedekatan Bung Karno dan Bangsa Indonesia dengan pimpinan dan bangsa Tiongkok. Bung Karno lebih melihatnya dari sisi riil politik bahwa RRC adalah bangsa terbesar dari sisi jumlah penduduk, luas wilayah, usia peradaban, dan kekuatan ekonomi.
Menurut Bung Karno, mengabaikan RRC dalam keanggotaan PBB hanya akan membuat PBB menjadi organisasi yang lemah dan tidak efektif dalam menjalankan misinya.
Sejak Januari 1965, sebagai bentuk protes atas upaya Inggris dan Amerika Serikat mendirikan negara Malaysia, Indonesia keluar dari PBB. Tanpa Indonesia, perjuangan sejumlah negara untuk memasukkan RRC ke dalam PBB terus berlanjut.