Adalah buku Sun Yan Sen, "The Three People's Principles" yang mencerahkan Soekarno sehingga sampai pada kesimpulan kebangsaan dan kemanusiaan atau nasionalisme dan internasionalisme adalah sama pentingnya. Dengan menyatukan kedua prinsip itu, Soekarno tidak menjadi seorang penganut kosmopolitisme atau sebaliknya chauvinism.
"Tetapi pada tahun 1918, alhamdulillah, ada orang lain yang memperingatkan saya, -- ialah Dr SunYat Sen! Di dalam tulisannya "San Min Chu I" atau "The Three People's Principles", saya mendapat pelajaran yang membongkar kosmopolitisme yang diajarkan oleh A. Baars itu. Dalam hati saya sejak itu tertanamlah rasa kebangsaan, oleh pengaruh "The Three People"s Principles" itu."
Dalam Pancasila versi 1 Juni, Soekarno meletakkan kebangsaan/nasionalisme sebagai prinsip pertama, mendahului kemanusiaan/internasionalisme (prinsip kedua) karena menurutnya  Indonesia yang akan berdiri adalah Indonesia yang terdiri dari beragam suku bangsa: Minangkabau, Makasar, Jawa, dan lain-lain.
Artinya suku-suku itulah yang secara alamiah memiliki le desir d'etre ensembles (kemauan hidup bersama) seperti teori Ernest Renan dan aus schiksalsgemeinschaft erwachsene Charaktergemeinschaft (kesatuan karakter yang timbul oleh persamaan nasip) seperti teori Otto Bauer. Sementara untuk Indonesia sebagai suatu bangsa dibutuhkan alat yang dapat mempersatukannya.
Untuk mendirikan negara Indonesia sebagai nationale staat (negara bangsa), dibutuhkan prinsip kebangsaan, pripsip yang mempersatukan suku-suku bangsa menjadi sebuah bangsa yang seluas Sriwijaya dan Majapahit di masa lampau.
Karena pentingnya prinsip kebangsaan atau nasionalisme ini, tidak berlebihan jika Soekarno berterima kasih kepada Sun Yat Sen.
"Maka oleh karena itu, jikalau seluruh bangsa Tionghoa menganggap Dr. Sun Yat Sen sebagai penganjurnya, yakinlah, bahwa Bung Karno juga seorang Indonesia yang dengan perasaan hormat-sehormat-hormatnya merasa berterima kasih kepada Dr. Sun Yat Sen, -- sampai masuk kelobang kubur."
Lantas Om-Tante protes. Lho, kan Pancasila itu digali kekayaan Nusantara, nilai-nilai yang digali dari masyarakat Nusantara. Kontradiktif donk Soekarno jika dia berterima kasih ke Sun Yat Sen.
Heuheu. Kata kuncinya gali, Om-Tante. Untuk menggali itu Soekarno butuh alat. Alatnya adalah pengetahuan, ideologi, teori-teori yang ia peroleh dari buku-buku.
Tanpa banyak membaca, tanpa berpengetahuan, tanpa berideologi, Soekarno tidak bisa menemukan nilai-nilai dasar yang menjadi pemersatu bangsa ini.
Maka patut diduga, mereka yang hendak memecah-belah bangsa; mereka yang mempropagandakan kebencian suku, agama, dan ras; mereka yang menjual kedaulatan bangsa, membiarkan penguasaan modal internasional atas sumber daya alam; mereka yang menjual rakyat dengan politik upah murah dan membiarkan terus bangsa ini jadi TKI tanpa perlindungan; mereka yang tidak menegakkan sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi yang berdasarkan Ketuhanan, adalah orang-orang yang jarang membaca.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!