Jika itu sekedar anggota tubuh yang sama dengan bagian lainnya, mengapa para pekerja di klub malam tidak menggunakan blazzer saja? Mengapa mereka berpakaian serba ketat dan terbuka?
Yang paling penting sekarang adalah bagaimana kita secara aktif berkorban, menahan diri dari kesenangan kita, dari kemerdekaan kita dalam berpakaian untuk menyukseskan ibadah orang lain.
Sebenarnya ini hal mudah untuk dilakukan dan demikian sering yang terjadi dalam keseharian kita.
Bukankah kita sering menyesuaikan pakaian dengan dress code?
Apakah Anda pernah hanya menggunakan celana trainning, kaos oblong, dan sandal jepit saat menghadiri jamuan makan atas undangan boss kantor?
Bukankah Anda sering harus berganti pakaian hitam-hitam dulu ketika hendak menghadiri pemakaman?
Pernahkan Anda hanya menggunakan daster tipis atau piyama ke tempat ibadah?
Bukankah di sekolah dan kantor sudah biasa ada standar berpakaian?
Nah, dalam banyak kesempatan kita rela merepotkan diri untuk menyesuaikan cara berpakaian dengan kepantasan situasi dan kondisi. Maka tentu mudah pula menyesuaikan pakaian kita untuk bertepa salira, mendukung ibadah Ramadan saudara sebangsa yang beragama Islam.
Kita tidak dituntut untuk ikut-ikutan berbusana Muslim. Cukup dengan hal standar saja.
Kita tahu bagian-bagian tubuh yang sering berasosiasi dengan fantasi seks. Umumnya adalah dada, bokong, dan paha.