Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Toleransi dan Polemik Warung

25 Mei 2018   02:42 Diperbarui: 25 Mei 2018   20:58 3088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keesokannya, saya tidak lagi makan di warung, tetapi minta Bu Ipong bungkuskan. Tidak baik saya makan di depan orang-orang yang sedang berpuasa. Saya perhatikan anak-anak  anak Cemara Lima juga begitu. Sebagian yang saya kenal membawa makanannya untuk disantap di kos saya.

Melihat kecenderungan itu, Bu Ipong buat kebijakan, tak harus bungkus tetapi boleh ambil dalam piring dan menikmatinya di kos saya, asalkan saya tak keberatan. Tentu saja tak, asal mereka kembalikan sendiri piring-piring kotor.

Tetapi rupanya orang-orang tetap memilih dibungkuskan karena tak tega melihat Bu Ipong dan anak gadisnya mencuci piring bekas makan kami di tengah berpuasa. Mereka juga merasa tak enak jika orang yang berpuasa melihat mereka memawa makanan meski hanya sekejab saat melintas dari warung ke kos.

Apa yang saya alami sebenarnya hal lazim, terjadi di banyak tempat di Indonesia. Orang-orang saling toleran, saling mengalah, berlomba-lomba berkorban.

Pemilik warung yang berpuasa mengorbankan dirinya dengan tetap melayani orang-orang tak berpuasa tanpa harus membatalkan puasanya. Ia juga sudi sedikit repot untuk menambahkan kain penutup di depan warungnya. Orang-orang yang tak berpuasa menghormati pemilik warung yang berpuasa dengan tidak menikmati hidangannya di warung itu.

Satu dekade kemudian, di Serang Banten, pemerintah kota menerbitkan Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pencegahan, Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Masyarakat. Perda itu mengatur pula tentang larangan warung makan buka siang di bulan Ramadan.

Urusan buka-tutup warung tiba-tiba jadi polemik, terutama setelah video perampasan dagangan seorang ibu tua oleh Satpol PP jadi viral.

Hingga kini saya belum yakin jika urusan menutup warung menjadi obligatory adalah aspirasi umat Islam. Lebih mudah bagi saya untuk melihatnya sebagai konsesi dari pihak yang berkuasa demi mendapat simpati.

Dalam pengalaman, kekuasaan memang sering aneh menafsirkan keinginan rakyat. A yang dibutuhkan, B yang diberikan. Penguasa memang tidak benar-benar hendak melayani rakyat. Atau mungkin karena ada kelompok yang mengambil keuntungan politis dari menguatnya sentimen identitas? Wallahu A'lam.

Baca yang lain di SERI EDISI RAMADAN TILARIA PADIKA

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun