Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

13 Mei, Momentum Kunci dalam Karier Politik Mahathir Mohammad

14 Mei 2018   09:04 Diperbarui: 14 Mei 2018   09:52 775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diolah dari kriminologi.id dan dokpri

Mei, tanggal 13 adalah momentum terpenting di dalam karir politik Mahathir Mohammad. Tidak. Kita tidak bicara Mei 2018. Kita bicara tentang Mei 1969, momentum yang paling menentukan dalam kehidupan politik Mahathir dan mengantarnya menjadi politisi paling berpengaruh dalam sejarah Malaysia, bahkan melampaui PM pertama Malaysia Tunku Abdul Rahman yang dahulu berkonfrontasi dengan Soekarno.

Mahathir adalah politisi paling senior di Asia. Ia mulai aktif berpolitik sejak 1954 melalui keterlibatan di dalam kampanye memprotes upaya Inggris membentuk Malayan Union yang bikin marah etnis Melayu  sebab kebijakan itu melucuti sebagian kekuasaan raja-raja Melayu. 

Mahathir kemudian bergabung ke dalam UMNO dan menjadi Ketua Cabang Kedah pada 1959. Pada 1964, Mahathir menjadi anggota parlemen dari wilayah Kota Setar Selatan. Posisinya di DPR hanya bertahan satu periode sebab kalah pada pemilu berikutnya (1969) oleh calon dari PAS yang didukung etnis Tionghoa.

Sejarah Kelam 13 Mei 1969

Pemilu Malaysia 1969 adalah pemilu dengan sentimen rasis sangat tinggi di Malaysia. Partai-partai yang bertarung menjadikan isu-isu seperti bahasa Melayu sebagai bahasa resmi dan hak kewarganegaraan etnis non-Melayu sebagai tema kampanye.

Pemilu Malaysia 1969 adalah babak lanjut dari ketegangan pada masa sebelumnya oleh ketidakpuasan para pihak terhadap trade-off  antara pemberian hak kewarganegaraan kepada orang asing di satu sisi dengan pembatalan Malayan Union; pengembalian kedaulatan kerajaan-kerajaan Melayu; bahasa Melayu sebagai bahasa resmi (artikel 152); dan keistimewaan warga etnis melayu (pasal 153) di sisi lain.

Jalan keluar yang berat sebelah ke kubu Melayu melahirkan perlawanan dari kaum non-Melayu. Salah satu tokoh utama dari perlawanan itu adalah Lee Kuan Yew bersama Partai Aksi Rakyat (People's Action Party, PAP). Perlawanan ini berujung berdirinya Singapura sebagai negara sendiri.

Tetapi problem belum selesai. Selepas PAP, penolakan terhadap pasal 153 dilanjutkan oleh Partai Aksi Demokrasi (DAP). Perdebatan tentang isu-isu rasial terus berlangsung hingga Pemilu 1969.

Pemilu 1969 menggerus dominasi partai penguasa---orang-orang Melayu---di parlemen yang merupakan aliansi UMNO, MCA, dan MIC dalam Partai Perikatan. Jumlah kursi mereka turun dari 89 menjadi sisa 66. Sebaliknya partai-partai oposisi yang didukung warga negara non-Melayu: DAP, Partai Gerakan, PPP, dan PAS meraih total 37 kursi.

Bagi kalangan oposisi, peroleh 37 kursi adalah kemenangan besar. Mereka merayakannya dengan pawai massa besar-besaran pada 10 Mei. Dalam euforia kemenangan, massa peserta pawai melontarkan slogan-slogan ejekan kepada warga etnis Melayu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun