Tahun lalu, kebetulan sedang punya hajatan di Flores Timur, saya sempatkan diri menjumpai Pak Kamilus. Saya tidak puas jika hanya mendengar ceritanya via media sosial. Tiga malam saya bermalam di rumahnya dan menghabiskan tiap malam hingga larut dengan berdiskusi dan berdebat.
Ketika UU Desa berlaku, Pak Kamilus dengan cepat menyadari strategisnya UU ini bagi pewujudan kedaulatan desa di Tuwa Goetobi atau Honihama (nama asli saat masih berupa kampung adat). Ia mencalonkan diri dan terpilih menjadi ketua BPD.
Dalam posisinya sebagai ketua BPD (DPR tingkat desa), Pak Kamilus mendorong partisipasi penuh rakyat desa dalam merencanakan dan mengawasi pelaksanaan pembangunan desa. Termasuk dalam menorong berdiriinya BUMDes, yaitu KTL dalam format baru, KTL dalam jubah BUMDes.
Ada beberapa gagasan model bisnis berbasis ekonomi gotong-royong yang sedang diperjuangkan Pak Kamilus melalui BUMDes. Saya belum akan ceritakan di sini sebelum mulai melihat langkah-langkah konkritnya.
Satu hal luar biasa yang lihat sungguh bermanfaat dari posisi Pak Kamilus sebagai ketua BPD adalah partisipasi  masyarakat desa dalam musyawarah desa yang dimulai sejak musayawarah dusun. Baru pernah saya lihat peserta musdus dihadiri begitu banyak orang dan musdes yang layaknya sebuah festival.
Kecemasan lain saya, yang hingga kini belum dapat obatnya adalah Pak Kamilus belum tampak menghasilkan kader-kader penerus yang sehebat dirinya.
"Jika Om mau urus sendiri semuanya, saya kuatir Om akan stres dan jadi  tak sabar menanti hasil. Om bisa jadi diktator. Umumnya diktator, kecuali Harto dan Hitler, pada dasarnya orang baik. Tetapi karena tak sabar dan tidak percaya orang lain, jadilah ia diktator. Satu hal lagi, jika Om mati dan belum ada kawan lain bisa gantikan kapasitas Om, hal-hal baik yang sudah tercapai lenyap seketika." Selalu demikian pesan saya ketika bertemu dirinya.
Well, ia akan membaca ini. Saya tunggu saja apa pembelaannya via inbox medsos atau telepon.
***